TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan pihaknya sudah memeriksa tiga pelaku aborsi ilegal di klinik Paseban, Jakarta Pusat. Dari hasil keterangan para tersangka, alasan utama masyarakat yang melakukan aborsi di sana karena hamil di luar pernikahan.
"Dominan (pelaku aborsi) di sini orang hamil di luar nikah, berarti masa-masa produktif ya, bisa jadi usianya 24 tahun ke bawah," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 18 Februari 2020.
Selain hamil di luar nikah, para pelaku melakukan aborsi ilegal karena persyaratan kerja yang tak membolehkan hamil. Ada pula pasangan suami istri yang melakukan aborsi karena gagal KB.
Yusri mengatakan, pihaknya saat ini tengah mencari orang yang pernah melakukan aborsi di Paseban itu. Akan tetapi, polisi kesulitan karena minimnya informasi soal identitas pelaku aborsi.
Alat yang digunakan para tersangka untuk mengaborsi janin para korbannya di klinik aborsi di Paseban, Senen, Jakarta Pusat, 14 Februari 2020. TEMPO/M Julnis Firmansyah
"Penelusuran 903 pasien ini sedikit terkendala, karena hampir semua nggak ada data lengkap, hanya kartu saja dengan identitas nama dan umur," ujar dia.
Klinik aborsi ilegal Paseban ini digerebek Polres Jakarta Pusat pada 11 Februari 2020. Polisi mendapat laporan dari masyarakat tentang praktik aborsi ilegal di tempat ini. Polisi kemudian melakukan pengintaian selama beberapa hari hingga akhirnya melakukan penggerebekan pada Selasa lalu.
Ketika digerebek, polisi menangkap basah dokter, bidan, dan stafnya yang tengah melakukan aborsi terhadap dua pasien. Saat itu, mereka baru saja menggugurkan dua janin.
Dalam penggerebekan itu, polisi menangkap 3 orang yang terdiri dari dokter berinisial MM, perawat berinisial RM, dan seorang karyawan berinisial SI. Para tersangka merupakan residivis kasus yang sama.
"Tersangka pertama yang diamankan MM alias dokter A. Dia ini memang dokter, pernah menjadi PNS di riau, tetapi karena desersi, ga pernah masuk, dipecat," ujar Yusri.
Dari catatan di klinik itu, sudah ada 1.632 pasien yang pernah berobat ke sana dan 903 di antara melakukan aborsi ilegal. Dari kegiatan itu para pelaku berhasil meraup keuntungan hingga Rp 5,4 miliar.
Mereka kini dijerat dengan UU kesehatan, UU tentang Tenaga Kesehatan nomor 26 tahun 2014, UU tentang Praktik Kedokteran dengan ancaman hukuman penjara lebih dari 10 tahun.