TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Ubaidilah mengkritik tata tertib pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta yang telah disahkan oleh DPRD DKI dalam rapat paripurna. Menurut dia, banyak aspek yang diabaikan oleh DPRD DKI terutama peran publik dan warga Jakarta dalam pemilihan wakil gubernur.
"DPRD DKI dalam hal ini dalam membuat tata tertib pemilihan wagub telah mengabaikan aspirasi publik," ujar Ubaidilah dalam keterangan tertulisnya, Rabu 19 Februari 2020.
Ubaidilah menilai salah satu aspirasi publik adalah adanya uji publik bagi calon gubernur untuk mengetahui wawasan hingga integritas para calon. Selain itu kata dia, hal ini juga sebagai upaya menangkap spirit substantif demokrasi karena cawagub sebelumnya dipilih langsung oleh warga Jakarta.
Ubaidilah juga mengkritisi keputusan DPRD untuk tidak menampung aspirasi warga untuk adanya pengawasan oleh pihak seperti dari KPK, PPATK, hingga LSM dalam pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta. Karena kata dia, tanpa ada pengawasan dalam pemilihan tersebut akan rawan adanya money politic.
"Pengawasan ini penting dilakukan agar DPRD terhindar dari politik uang, yang akan merontokan kepercayaan publik pada anggota DPRD,"katanya.
DPRD DKI mengesahkan tata tertib pemilihan wakil gubernur yang tertuang dalam tata tertib DPRD DKI,tata tertib pemilihan wagub DKI tertuang dalam Bab IV pasal 42-72 yang mengatur tentang panitia pemilihan, tahap wawancara dan penetapan calon, tata cara dan perlengkapan pemungutan suara, hingga tahap pengesahan dan pelantikan wagub.
Ketua DPRD DKI Prasertio Edi Marsudi mengatakan ada dua poin tambahan dalam tata tertib yang telah disahkan. Pertama, ada tanya jawab dewan dengan calon wagub DKI dalam rapat paripurna pemilihan. Kedua, dewan memilih satu nama dengan sistem voting tertutup.
"Dalam rapat paripurna terbuka ini si bakal calon wagub diminta visi misinya. Kedua, mungkin nanti semua fraksi untuk bertanya kepada calon wagub. Misal tiga pertanyaan setiap fraksi, kan terlihat mana yang menguasai Jakarta," kata Prasetio.