TEMPO.CO, Jakarta -Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Yusri Yunus menyatakan klinik ilegal di Koja, Jakarta Utara sudah beroperasi sekitar tiga tahun yang lalu dengan rutin menjual obat ilegal.
"Kami masih mendalami siapa yang mengirimkan barang ke tersangka, karena pengakuannya selama ini dia dapatkan dari seseorang," kata Yusri di Kantor Polres Metro Jakarta Utara, Jumat, 21 Februari 2020.
Yusri menjelaskan tersangka juga mendistribusikan obat-obatan itu ke apotek-apotek dan ke toko obat di sekitar wilayahnya. "Tersangka membuka klinik yang ditelusuri ternyata tidak memiliki izin," ujanya .
Polisi mengamankan pemilik klinik, ZK (55) pada Selasa (18/2) bersama barang bukti 84 kotak atau 2.016 botol berisikan 2.016.000 butir tablet Hexymer dengan komposisi dua miligram (mg) Trihexyphenidyl.
Tersangka menjual satu botol merk Hexymer ke toko-toko obat dengan harga Rp230 ribu. Sementara dari pemasok dihargai Rp210 ribu. Tersangka mendapatkan keuntungan sebesar Rp20 ribu.
Selain itu, obat ilegal lainnya, yakni 375 dus berisikan 37.500 butir tablet Trihexyphenidyl dalam kemasan strip dengan komposisi dua mg. Untuk satu strip tersangka mengambil keuntungan sebesar Rp2.000.
Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Yudi Dimyadi menegaskan jika klinik tersangka adalah ilegal, karena tidak terdaftar dan memiliki izin di pemerintah Kota Jakarta Utara.
"Sudah dicek ke PTSP (pelayanan terpadu satu pintu), ternyata tidak terdaftar kliniknya. Klinik ilegal tidak punya izin," kata Yudi.
Tersangka menggunakan lantai bawah di rumahnya sebagai klinik untuk melayani pemeriksaan kesehatan seperti tekanan darah hingga kadar gula darah.
Polisi mengamankan pemilik klinik, ZK (55) pada Selasa 18 Februari 2020 lalu bersama barang jutaan butir obat ilegal dengan dua merek yakni Hexymer dan Trihexyphenidyl.
Tersangka kasus obat ilegal itu, ZK, dijerat pasal 197 juncto pasal 196 UU RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukumannya 15 tahun penjara dengan denda Rp 1,5 miliar.
ANTARA