TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Riset Daerah (DRD) DKI Jakarta mengusulkan Jakarta tetap berstatus hukum sebagai daerah khusus setelah ibu kota Indonesia pindah ke Kalimantan. Sekretaris Komisi I Bidang Pemerintahan DRD DKI, Eman Sulaeman, mengatakan Jakarta bisa menjadi Daerah Khusus Bisnis dan Riset Internasional.
Menurut Eman, Jakarta sudah siap melepas status ibu kota negara karena infrastruktur yang memadai dan anggaran tinggi. "Oleh karenanya kami mengusulkan Jakarta ketika sudah tidak berstatus ibu kota, statusnya menjadi Daerah Khusus Bisnis dan Riset Internasional," kata Eman saat rapat di Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin, 24 Februari 2020.
Eman menjabarkan, konteks bisnis itu mencakup finansial, ekonomi, dan perbankan. Sementara aspek riset membidangi teknologi informasi dan ilmu dasar bagi industri pengolahan. Dengan status sebagai Daerah Khusus Bisnis dan Riset Internasional, pemerintahan tetap dipegang oleh seorang Gubernur.
Dia memaparkan, kemungkinan besar pemerintah pusat tetap menempatkan kantor Bank Indonesia (BI), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta. Tujuannya agar pusat keuangan ada di Jakarta. Pembagian ini seperti yang terjadi di Amerika, yaitu New York sebagai ibu kota pusat bisnis dan bidang lainnya di Washington.
Ketua Badan Pekerja DRD DKI, Emir Riza, menyebut 70 persen permodalan berputar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perdagangan saham pun bisa dilakukan di mana saja asalkan ada internet.
Menurut dia, infrastruktur internet di Jakarta saat ini memadai untuk dilakukan perdagangan keuangan. "Perdagangan saham jadi luar biasa di Jakarta, maka pasar modal semuanya akan balik lagi di Jakarta," ucap Emir.
Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan ibu kota pindah ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Peletakan batu pertama ditargetkan tahun ini. Sementara tahun 2024, pemindahan fasilitas dan pegawai negeri bakal dimulai.
LANI DIANA