TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kedodoran dalam menanggulangi banjir Jakarta. Hal itu terlihat dari banjir besar yang berulang sejak Januari sampai akhir Februari 2020. Program penanggulangan banjir era Gubernur Anies Baswedan pun miskin realisasi di lapangan.
Dari laporan Majalah Tempo awal Maret ini, sejumlah program penangkal banjir yang digadang-gadang Anies tak berjalan mulus. Ketika baru dilantik sebagai Gubernur Jakarta pada Oktober 2017, Anies Baswedan mengaku akan menggalakkan pembangunan sumur resapan untuk menghalau banjir.
Faktanya, dari target pembangunan 1.300 sumur resapan pada 2019, DKI baru bisa membangun sekitar 500 sumur. Tahun lalu, Suku Dinas Perindustrian Jakarta Utara bahkan tak menganggarkan dana untuk pembuatan sumur resapan.
Dalam program unggulan Anies itu, serapan anggaran juga kedodoran. Dari empat wilayah di Jakarta Selatan, Pusat, Timur, dan Barat, hanya Jakarta Pusat yang serapannya lumayan.
Dari target belanja Rp 1,4 miliar, yang terealisasi Rp 811 juta atau 56,31 persen. Di wilayah lain, serapan anggaran pembangunan sumur malah di bawah 20 persen. Tahun ini, anggaran sumur resapan kembali dialokasikan sebesar Rp 7 miliar.
Program pengendalian banjir lain juga tak jelas pelaksanaannya. Pengadaan lahan untuk proyek normalisasi Sungai Ciliwung, misalnya. Terbentang dari jembatan tol lingkar luar Jakarta (T.B. Simatupang) sampai pintu air Manggarai, proyek ini baru terealisasi sepanjang 16 kilometer dari total 33,5 kilometer.
Ketika ditanyai soal berbagai masalah dalam pengendalian banjir Jakarta, Anies tak banyak berkomentar. Dia hanya mengatakan fokus saat ini pada penanganan banjir. “Nanti Anda berdiskusi soal sebabnya. Izinkan saya bekerja sehingga bisa menuntaskan,” katanya, Selasa, 25 Februari lalu.