TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya tengah gencar membongkar praktik penimbunan masker yang terjadi pasca kepanikan virus corona merebak. Di Tangerang saja, polisi menyita sebanyak 600 ribu masker hasil timbunan dari 2 orang tersangka.
Saat ditanya mengenai nasib ribuan masker itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu mengenai tindak lanjutnya.
"Kami masih berkoordinasi dengan pihak terkait. Tapi secara hukum, ini kami sita sebagai barang bukti," ujar Yusri di Tangerang, Rabu, 4 Maret 2020.
Ditemui di saat yang sama, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iwan Kurniawan mengatakan, pihaknya juga belum menentukan nasib ribuan masker itu. Sebab dari hasil penyelidikan sementara, banyak masker hasil sitaan itu tak sesuai standar.
"Masker ini banyak yang tak sesuai standar," kata Iwan.
Dalam waktu sepekan, Polda Metro Jaya menggerebek beberapa tempat penimbunan masker di sekitar Jakarta. Seperti di Central Cakung, Jakarta Timur, polisi menggerebek sebuah gudang pada Kamis, 27 Februari lalu dan mendapati 60 dus berisi 3 ribu boks masker siap edar. Polisi juga mendapati gudang itu sebagai tempat produksi tak memiliki izin.
Selain itu, polisi juga membongkar praktik penimbunan masker di sebuah apartemen kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat kemarin. Polisi menemukan ratusan masker berbagai merek di dalam unit apartemen, antara lain 120 kotak masker merek Sensi, 153 kotak masker merek Mitra, 71 kotak masker merek Prasti, serta 15 kotak masker merek Facemask.
Sedangkan yang paling banyak, polisi menemukan penimbunan di gudang yang berada di Bojong Renged, Tangerang. Dalam gudang tersebut, polisi menemukan 600 ribu masker dengan berbagai merek, antara lain 180 karton yang berisi 360.000 masker merek remedi, 107 karton berisi 214.000 masker merek Volca, dan Well Best.
Polisi akan menjerat para tersangka penimbun masker dengan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan. Pasal itu mengatur hukuman bagi pelaku usaha yang melanggar larangan penyimpanan barang kebutuhan pokok dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan, gejolak harga, atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.