TEMPO.CO, Jakarta – Psikolog dari Universitas Pancasila, Aully Grashinta menduga perilaku remaja pelaku pembunuhan anak di Sawah Besar, Jakarta Pusat, mengarah pada ciri psikopat.
Namun, Aully tidak langsung menjustifikasi tanpa adanya pembuktian. “Kecenderungan atau ciri psikopat memang ada, tetapi untuk memastikan apakah pelaku psikopat atau mengalami gangguan jiwa lainnya memang perlu pemeriksaan yang lebih mendalam,” kata Aully kepada Tempo, Sabtu 7 Maret 2020.
Pelaku yang masih pelajar SMP itu membunuh korban dengan cara menenggelamkannya dalam bak kamar mandi dan mayatnya disimpan ke dalam lemari.
Terungkap motif sementara pelaku melakukan pembunuhan anak tetangganya itu karena terinspirasi dari film horor sadistis.
Aully mengatakan, salah satu ciri psikopat adalah berperilaku layaknya orang normal tanpa adanya gejala neurotik seperti kecemasan, histeris, atau kegelisahan yang berlebih, sehingga tampak normal.
“Pada kasus ini, pelaku masih tergolong anak menjelang remaja, perlu dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh bagaimana kehidupannya sebelumnya, apakah dia sudah sering melakukan tindakan agresivitas yang menimbulkan bahaya hingga kematian sebelumnya atau tidak,” kata Aully.
Psikolog ini mengatakan, jika memang terbukti pelaku merupakan psikopat, maka diperlukan tenaga profesional guna mengendalikan emosional yang mengarah ke agresivitas dari diri pelaku.
“Memang banyak penelitian membuktikan bahwa psikopati kecil kemungkinan untuk sembuh, karena ini merupakan kepribadian yang terbentuk bertahap dan bertahan, namun mengendalikan dorongan-dorongan emosi yang mengarah ke agresivitas tentunya bisa dilakukan dengan bantuan profesional,” kata Aully.
Aully mengatakan tayangan audio visual sedikit banyak memang mempengaruhi perilaku seseorang. “Karena itu memang ada batasan tertentu untuk jenis film yang mengandung kekerasan, pornografi, dan sebagainya.”
Alasannya, anak usia dini masih kesulitan untuk membedakan dan memahami mana yang imajinasi dan mana realitas, karena sifatnya egosentris (berpusat pada diri sendiri).
“Jika pada usia itu anak sudah terbiasa menonton tayangan agresivitas apalagi tanpa didampingi orang tua, semakin lama dia semakin sulit memahami bahwa hal tersebut adalah imajinasi,” kata Aully.
Untuk itu, Aully mengatakan, pengasuhan orang tua dan faktor lingkungannya menjadi hal yang penting dalam memperhatikan tumbuh kembang anak.
“Pendidikan dari orang tua dan lingkungan yang jauh dari humanis dan cinta kasih, pengawasan dan keterikatan yang semakin lemah antar warga, mendorong semakin banyaknya kasus seperti ini,” kata Aully.
Pada kasus pembunuhan anak di Sawah Besar, remaja inisial NF (14) membunuh seorang anak berusia 5 tahun pada Kamis 5 Maret 2020. Menurut pengakuannya kepada polisi, NF melakukan pembunuhan itu secara spontan karena kerap menonton film horor dan merasa puas setelah melakukan tindakan sadis tersebut.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA