TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas Anak meminta kepada publik agar tidak sembarangan berasumsi dalam kasus pembunuhan anak di Sawah Besar, Jakarta Pusat.
"Saya tidak ingin seperti pengamat. Tidak bertemu korban, tidak tahu masalahnya tetapi bisa menyimpulkan. Itu bisa merugikan korban dan keluarga korban maupun si pelaku sendiri karena kita berasumsi," kata Ketua Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait, di Polda Metro Jaya, Kamis, 12 Maret 2020.
Arist menyatakan pada Kamis ini akan bertemu dengan remaja NF yang terlibat dalam kasus pembunuhan anak di RS Polri Kramat Jati untuk membuat penilaian. Nantinya, hasil penilaian Komnas Anak tersebut akan diberikan kepada penyidik sebagai bahan rekomendasi.
"Karena itu Komnas Perlindungan Anak akan mencoba merekomendasikan apa yang patut dilakukan oleh penyidik. Kuncinya di penyidik," sebut Arist.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Tim Dokter Kejiwaan Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Henny Riana, mengatakan NF bisa diajak bekerja sama pada hari pertama observasi kejiwaan. "Baru hari pertama kami lakukan 'visum et repertum psikiatrikum' atau visum kejiwaan. Sekarang masih kooperatif," kata Henny.
Rencananya NF akan menjalani observasi kejiwaan selama 14 hari ke depan dengan mengacu pada kaidah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hasil tes kejiwaan, kata Henny, akan dilaporkan kepada kepolisian sebagai bahan pertimbangan hukum terhadap perkara pidananya.
Polisi menetapkan NF sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan anak. Dalam olah tempat kejadian perkara, polisi menemukan sejumlah barang bukti, di antaranya ialah gambar-gambar tentang tokoh film horor seperti Slender Man.