TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum enam aktivis Papua meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda persidangan. Penundaan sidang dugaan makar aktivis Papua itu berkaitan dengan situasi pandemi Corona yang menyerang Jakarta.
"Tidak hanya akan berdampak kepada tim kuasa hukum namun juga akan berdampak kepada Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim maupun para terdakwa," kata salah satu kuasa hukum aktivis Papua, Oky Wiratama, dalam keterangan tertulis, Senin, 23 Maret 2020.
Tim kuasa hukum sebelumnya telah meminta penundaan sidang pada 20 Maret 2020. Namun ketua majelis hakim menolak dengan alasan masa penahanan keenam aktivis Papua, yaitu Surya Anta, Arina Elopere, Ambrosius Mulait, Issay Wenda, Dano Tabuni dan Charles Kossay, akan segera berakhir.
Menurut Oky, majelis hakim bisa melakukan perpanjangan masa penahanan yang akan berakhir berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Peraturan tersebut, kata Oky, juga memberikan alternatif untuk penangguhan penahanan. "Sehingga teknis permohonan penangguhan penahanan harus dipermudah dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19," sebut dia.
Menurut Oky, jika sidang tetap dilakukan potensi para terdakwa tertular virus Corona lebih besar. Sebab bila mereka tertular berpotensi menjadi penyebar virus bagi tahanan lainnya di Rumah Tahanan Klas I Salemba, Jakarta Pusat dan Rutan Klas I Pondok Bambu. "Menunda sidang keenam aktivis Papua maupun tahanan lainnya demi mencegah penyebaran virus Corona di lingkungan rutan atau lapas," ujar dia.
Kuasa hukum juga mengkritisi Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Hakim dan Aparatur Peradilan dalam Upaya Pencegahan COVID-19 di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Salah satu isi surat tersebut adalah persidangan perkara pidana, pidana militer, tetap dilangsungkan sesuai dengan jadwal persidangan yang telah ditetapkan, dan terkait penundaan sidang merupakan kewenangan majelis hakim untuk menentukan.Oky menyebut surat edaran itu tidak memberikan ketegasan dan kepastian hukum bagi kliennya yang tetap menjalani persidangan pidana.
Dalam kasus ini, polisi menangkap keenam aktivis Papua setelah mengibarkan bendera Bintang Kejora saat unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat pada Agustus 2019. Sebelum unjuk rasa, terjadi peristiwa pengepungan dan penyerangan asrama Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019. Mereka didakwa dengan dua pasal alternatif. Pertama, Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang mengatur soal makar. Kedua, Pasal 110 ayat 1 KUHP ihwal permufakatan jahat.
ADAM PRIREZA