TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo masih menunggu arahan pemerintah pusat untuk membatasi angkutan umum di Ibu Kota. Pemprov DKI Jakarta masih menunggu surat keputusan dari Kementerian Kesehatan terkait pembatasan sosial melalui angkutan umum.
"Sampai sekarang kami belum bisa melakukan pembatasan," kata Syafrin saat dihubungi, Kamis, 2 April 2020. Pembatasan angkutan umum diusulkan DKI untuk mencegah penularan virus corona atau SARS-CoV 2 itu.
Sebelumnya, Badan Pengelola Transportasi Jabodetak telah mengeluarkan surat edaran bernomor SE 5 BPTJ Tahun 2020 yang meminta adanya pembatasan angkutan umum hingga tol pada Rabu ini. Surat itu dikeluarkan atas permintaan Pemprov DKI yang ingin menghentikan operasi bus AKAP sejak hari Senin lalu.
Syafrin mengatakan pemerintah masih terus mengkaji mengenai pembatasan angkutan umum ini. Sebelum kebijakan pembatasan itu disetujui, ia mengimbuhkan, Pemprov DKI bakal fokus dalam penanganan protokol layanan kesehatan yang ketat di angkutan umum.
"Baik di stasiun, terminal, halte maupun di sarananya sendiri baik di bus atau keretanya kami akan perketat protokol kesehatannya," ucapnya.
Dengan upaya tersebut, ia berharap potensi penularan Covid-19 di angkutan umum bisa ditekan dengan maksimal. Selain itu, menurut Syafrin, semua penumpang angkutan umum juga harus mematuhi imbauan pysical distancing atau jaga jarak aman antar orang.
Bagi yang sakit diminta untuk menunda perjalanannya. Sedangkan, bagi yang sehat dan tetap melakukan perjalanan diimbau tetap menggunakan masker saat di angkutan umum. "Masker bisa mencegah penularan juga. Jadi harus pakai masker," ucapnya.
Seperti diketahui, pembatasan tersebut diberlakukan untuk sejumlah moda transportasi seperti kereta api, untuk menghentikan sementara atau sebagian layanan kereta api untuk perjalanan jarak jauh atau antar kota dari dan ke Jabodetabek. Menghentikan sementara atau sebagian layanan commuter line di Jabodetabek.
BPTJ juga merekomendasikan penutupan sementara atau sebagian stasiun kereta api. Lalu membatasi layanan MRT dan LRT. Termasuk juga untuk Transjakarta dengan pembatasan Trans Jabodetabek, dan Jabodetabek Airport Connection.
Pembatasan juga direkomendasikan untuk menghentikan bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), serta menutup operasional loket bus AKAP dan AKDP yang melayani pemberangkatan dari atau menuju Jabodetabek. Sedangkan angkutan umum lokal masih diperbolehkan beroperasi dengan diatur langsung oleh daerah masing-masing.
Selain itu BPTJ juga merekomendasikan Bina Marga untuk melarang bus berpenumpang atau kendaraan pribadi yang memasuki jalan tol pergerakan dari dan menuju Jabodetabek. Pembatasan dilakukan di sejumlah pintu masuk tol Ciawi-Bogor, tol Cijago Depok, semua pintu tol sepanjang Jakarta-Cikampek. Termasuk juga akses dari Kepulauan Seribu.
Namun, surat edaran BPTJ itu telah dibantah oleh Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi. "Jika dicermati isinya maka surat edaran Kepala BPTJ dimaksud lebih pada rekomendasi pembatasan aktivitas transportasi. Jadi tidak ada penyetopan moda transportasi," kata dia melalui pernyataan tertulis, Rabu 1 April 2020.
Menurut Jodi, surat edaran tersebut bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada daerah yang sudah masuk kategori daerah yang diperkenankan untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020, untuk dapat dikategorikan sebagai wilayah PSBB daerah terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari Kemenkes," kata Jodi.