TEMPO.CO, Jakarta -Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk segera melakukan pembatasan alur keluar masuk (mobilitas) warga ke dan dari Jakarta sesuai kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar alias PSBB yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.
"Yang terpenting dilakukan saat ini adalah pembatasan alur keluar masuk warga ke maupun dari Jakarta, walaupun dengan PSBB sangat terbatas," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Menurut Teguh, alur keluar masuk warga ke dan dari Jakarta sebagai potensi penyebaran COVID-19 paling tinggi sehingga perlu diutamakan setelah PSBB ditetapkan.
Namun, Teguh mengingatkan, pengertian pembatasan dalam PSBB berbeda dengan karantina wilayah yang sama sekali tidak membolehkan keluar dan masuk.
Sedangkan PSBB masih dimungkinkan alur keluar masuk tapi kuantitas dan kualitasnya yang diturunkan.
"Misalnya, dari kapasitas MRT satu gerbong 40 dikurangi jadi 20 penumpang untuk penerapan social atau physical distancing. Begitu juga dengan bus antar kota antar provinsi (AKAP)," kata Teguh.
Tapi, Ombudsman menilai langkah tersebut tidak cukup, oleh karena itu menyarankan Pemprov DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan Satgas COVID-19 tingkat pusat dan 2 provinsi lainnya, yakni Banten dan Jawa Barat.
"Mengevaluasi efektifitas pembatasan ala PSBB ini supaya pendekatannya bisa regional," kata Teguh.
Langkah selanjutnya, yang dapat dilakukan Pemprov DKI adalah bantuan bagi para pekerja harian lepas dan masyarakat tidak mampu lainnya.
Menurut Teguh, walau dengan keterbatasan anggarannya Pemprov DKI sudah menyediakan. Hal ini harusnya menjadi tugas dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di tingkat nasional juga membantu mengkoordinasikan ini dengan kementerian terkait.
ANTARA