TEMPO.CO, Bogor - Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim mengatakan Pemerintah Pusat membuat dirinya bingung dengan membuka transportasi publik saat penerapan PSBB. Dia menilai kebijakan itu bertentangan dengan upaya mencegah dan memutus penyebaran Covid-19 yang dilakukan pemerintah daerah.
Dedie menyebut kebijakan Kementerian Perhubungan membuka kembali operasional kendaraan umum, justru akan membuat dampak yang tidak berkesudahan bagi pemerintah daerah dalam menangani pandemi Covid.
"Ya sudahlah, sekarang maunya pemerintah pusat gimana," kata Dedie dikonfirmasi Tempo, Kamis 7 Mei 2020.
Dedie mengatakan Pemkot Bogor memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) agar warganya tinggal di rumah dan tidak bepergian keluar rumah untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Masyarakat sudah banyak yang berkorban karena penerapan PSBB Bogor, di antaranya anak sekolah dan mahasiswa yang belajar dari rumah, perusahaan yang memberhentikan operasionalnya, pusat perbelanjaan yang tutup serta beribadah di rumah.
"Tapi kebijakan pusat tidak konsisten, masih tarik ulur. Mau sampai kapan," kata Dedie.
Meski pembukaan transportasi publik memiliki syarat dan ketentuan, Dedie menyebut hal itu justru akan memperberat tugas pemerintah daerah. Sebab, menurut Dedie, dengan syarat itu maka harus juga ditambah petugas berjaga di lapangan untuk memeriksa dan memastikan satu persatu pengendara.
Wali Kota Bogor mengatakan petugas di lapangan dituntut untuk bisa mengecek apakah penumpang transportasi umum itu mau berbisnis, mudik, pulang kampung atau mengirim logistik. "Apakah kami mampu untuk itu. Kebijakannya berubah-rubah, bingung maksud dan tujuannya apa," ucap Dedie.
Sebelum Menhub Budi Karya Sumadi melonggarkan transportasi publik, lima kepala daerah Bodebek sepakat untuk meminta agar operasional KRL dihentikan. Usul itu diajukan karena ada beberapa penumpang kereta positif corona namun tak bergejala sehingga berisiko menularkan Covid-19.
M.A MURTADHO