TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, meragukan validitas data penerima bantuan sosial atau bansos pemerintah DKI. Dia mempertanyakan kapan terakhir kali data tersebut diperbarui.
"Data itu pun saya masih meragukan. Anies mengambil data tahun berapa karena data itu tidak pernah di-update. Ada update setahun tapi parsial," kata Agus saat dihubungi, Sabtu, 9 Mei 2020.
Dia mencontohkan penerima bansos di domisilinya, RW 04 Pondok Labu, Jakarta Selatan. Di sana sudah tiga kali bansos disalurkan, yaitu satu bantuan DKI dan dua lagi bantuan pemerintah pusat.
Agus merinci bansos pertama datang dari Dinas Sosial DKI sebanyak 135 paket. Bantuan selanjutnya dari pemerintah pusat yang masing-masing berjumlah 122 dan 97 paket. Masalahnya, menurut dia, pembagian ini merujuk pada data penduduk miskin pada 2015.
"Itu data tahun 2015 di mana data yang miskin yang dapat itu hanya ada 97 kepala keluarga (KK). Sekarang sudah 735 KK, terus bagaimana itu?" jelas dia.
Agus juga mempertanyakan apakah data yang disebut Gubernur Anies Baswedan memang menunjukkan kondisi sebenarnya alias real time. Data yang dimaksud soal 3,7 juta jiwa warga DKI yang memerlukan bantuan akibat terdampak pandemi Covid-19.
Anies sebelumnya menyampaikan jumlah itu dalam rapat terbatas atau ratas dengan Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2020. Dalam rapat kemudian disepakati pemerintah DKI menanggung 1,1 juta jiwa dan pemerintah pusat menyalurkan bantuan untuk 2,6 juta jiwa atau dikonversi menjadi 1,3 juta kepala keluarga (KK).
Menurut Agus, data yang disebut Anies berpotensi tidak valid lagi untuk hari ini. Sebab, setiap detik ada perubahan status penduduk, entah menjadi kaya, miskin, atau sudah meninggal.
"Orang meninggal kan setiap hari. Makanya banyak orang sudah meninggal masih dapat bansos karena datanya tidak di-update setiap hari," ujar dia.