TEMPO.CO, Jakarta -Sejumlah LSM mengkritisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur dikena Jabodetabekjur yang dinilai lemah melindungi lingkungan dan masyarakat.
Aturan yang menggantikan regulasi sebelumnya, yaitu Perpres Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek-Punjur tersebut, menurut Direktur Eksekutif ICEL Raynaldo Sembiring, dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu, 13 Mei 2020, memiliki banyak catatan.
Mulai dari komitmen penyelamatan lingkungan yang belum memadai, perlindungan masyarakat yang sangat lemah dan rentan kehilangan sumber-sumper kehidupan, hingga rencana kelembagaan yang juga tidak memadai.
Ia mengatakan Perpres Jabodetabekjur tersebut mengatur Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007, yang artinya muatan Perpres tersebut seharusnya ditujukan untuk penataan ruang darat pulau utama.
Sehingga pengaturan mengenai pulau-pulau reklamasi menjadi tidak tepat. Karena pengaturan ruang pesisir 0-12 mil diatur dalam UU Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Seandainya pun mau dimuat dalam perencanaan, yang paling tepat adalah dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) DKI Jakarta, kata Raynaldo.
“Hanya saja seperti yang kita ketahui Gubernur DKI Jakarta sudah berjanji untuk tidak melanjutkan reklamasi. Pengaturan pulau-pulau reklamasi berpotensi bertentangan dengan asas kepastian hukum,” ujar dia.
Selain itu Ia menambahkan penataan ruang harus dijalankan berdasarkan asas kepentingan umum dan keberlanjutan. Untuk salah satu pulau yaitu pulau G, izinnya pernah digugat di pengadilan dan pertimbangan hakim menyatakan pembangunan pulau reklamasi tersebut melanggar asas kepentingan umum dan dapat merusak lingkungan.
Pertimbangan tidak pernah dianulir dalam tahap banding maupun kasasi. Karenanya masuknya pulau G dalam Perpres ini sebenarnya menunjukan ketidakcermatan dalam penyusunan, kata dia.
Direktur WALHI Jabar Meiki Paendong menegaskan Perpres itu belum menunjukan semangat perlindungan lingkungan hidup dan ekologi yang utuh.
Kawasan perkotaan Jabodetabekjur masih dipandang sebagai kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan ekonomi, yang pada akhirnya lingkungan hiduplah yang harus mengikuti.
Meiki meminta agar Perpres itu ditinjau ulang dengan tentunya lebih mengedepankan penerapan prinsip kehati-hatian sejak dini (Precautionary Principle) dan azas semangat perlindungan lingkungan hidup. Bukan hanya semata-mata untuk kepentingan ekonomi kapital.
ANTARA