TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho mengatakan pihaknya bisa memahami keinginan Pemprov DKI Jakarta untuk membuat aturan yang lebih teknis terkait sanksi bagi para pelanggar PSBB.
Di mana adanya kompleksitas aturan sanksi (pelanggar PSBB) dalam Pergub Nomor 33 tahun 2020 yang rujukan sanksinya masih mengacu ke UU Karantina Kesehatan dan UU Wabah Penyakit Menular.
Hal tersebut, akhirnya memicu kebimbangan di kalangan aparat penegak hukum karena jika sanksinya langsung merujuk pada kedua undang-undang tersebut, maka implikasi pelanggaran PSBB adalah sanksi pidana.
"Pilihan persuasif oleh aparat penegak hukum pada PSBB tahap I sudah merupakan pilihan paling logis karena tidak mungkin mempidanakan sekian banyak orang dengan sanksi pidana 1 tahun atau denda yang mencapai 100 juta rupiah hanya karena tidak memakai masker atau tidak mengetahui ketentuan Social Distancing," tutur Teguh, Rabu, 13 Mei 2020.
Sementara, Pergub Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi DKI Jakarta ditetapkan tanggal 30 April 2020, disebutnya, secara substansi sudah sangat komprehensif karena memuat sanksi bukan saja bagi pelaku individual tapi juga perusahaan yang tidak mengindahkan ketentuan PSBB.
"Hal ini penting karena potensi penyebaran Covid-19 terbesar salah satunya dari diberikanya IOMKI oleh Kemenperin ke perusahaan-perusahaan yang tidak dikecualikan untuk tetap beroperasi. Di mana peristiwa penyebaran Covid-19 kami temukan di beberapa kawasan industri seperti di MM Cikarang dan juga pabrik di Bandung yang sudah mendapat izin operasi dari Kemenperin, kami khawatir ini fenomena gung es kalau ada pemeriksaan potensi Covid-19 yg memadai di perusahaan-perusahaan tersebut bisa jadi angkanya jauh lebih besar" demikian Teguh.
ANTARA