TEMPO.CO, Jakarta - Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan menerima satu laporan pengaduan soal pembayaran tunjangan hari raya (THR) dari seorang pekerja.
"Hingga Sabtu kemarin baru ada satu laporan yang masuk ke posko pengaduan THR yang ada di Sudin Naketrans," kata Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta (Sudin Nakertrans) Jakarta Selatan, Sudrajat saat dihubungi di Jakarta, Senin 18 Mei 2020.
Sudrajat menyebutkan, pekerja itu melaporkan perusahaan tempatnya bekerja membayar THR dengan cara dicicil dua kali.
Laporan tersebut ditindaklanjuti oleh Sudin Nakertrans Jakarta Selatan hari ini dengan menugaskan Tim Pengawas Ketenagakerjaan untuk melakukan pengecekan langsung ke perusahaan.
"Jadi laporan tersebut tidak serta merta kita terima mentah-mentah, kita lakukan pengecekan langsung ke lapangan, untuk memastikan kebenarannya," katanya.
Pengecekan ini untuk memastikan apakah perusahaan menyicil THR dan apa alasannya. Apakah benar-benar terdampak COVID-19 atau hanya sekedar mencari-cari alasan sementara kondisi keuangan perusahaan stabil.
Bagi perusahaan yang kedapatan mencari-cari alasan tidak membayarkan THR karyawan karena alasan COVID-19 sementara kondisi keuangan tidak terdampak, bisa terkena sanksi sesuai aturan dapat dikenai sanksi sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR.
"Kalau memang perusahaan melanggar betul, misalnya kondisi keuangan sehat-sehat saja, tapi tidak bayar THR, itu kena sanksi diatur Permen No 6 tahun 2016," kata Sudrajat.
Sudrajat menyebutkan, Sudin Nakertrans Jaksel siap memberikan sanksi kepada perusahan yang nakal dengan mencari-cari celah untuk tidak membayarkan kewajibannya kepada karyawan. Sanksi mulai dari teguran tertulis hingga pencabutan izin.
Namun, Sudin Nakertrans Jakarta Selatan juga mengimbau kepada serikat pekerja agar bisa membangun komunikasi yang baik dengan perusahaan untuk membayarkan hak karyawannya.
"Kita berharap kondisi COVID-19 ini tidak dimanfaatkan oleh pengusaha untuk berdalih tidak membayarkan THR karyawan. Dan berharap peran aktif dari serikat pekerja juga bisa memberikan satu komunikasi dengan pengusahannya bahwa ini hak mereka. Kalau kondisi perusahaan tidak terpengaruh betul jangan mencari-cari alasan gara-gara COVID-19," kata Sudrajat.
Jumlah perusahaan dari skala kecil hingga besar yang beroperasi di wilayah Jakarta Selatan berdasarkan Undang-Undang wajib lapor ketenagakerjaan No 7 Tahun 1981 mencapai 26.527 perusahaan dengan jumlah pekerja sekitar 783.314 orang.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 mengatur pembayaran THR sesuai ketentuan perundang-undangan, namun ada klausul mengingat kondisi pandemi COVID-19 saat ini, maka bagi perusahaan yang tidak mampu dapat membayarkan dengan cara dicicil atau ditunda.
"Tapi langkah ini dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pekerja, artinya bisa saja sepanjang kesepakatan itu sudah terealisasi, sudah disepakati maka terlaksana sesuai perundang-undangan," kata Sudrajat.
Serikat pekerja memandang surat edaran Menaker tersebut membuka peluang THR karyawan tidak dibayarkan tepat waktu. Karena disebutkan harus ada dialog antara pengusaha dan pekerja/buruh jika perusahaan tidak mampu membayar THR keagamaan pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan perundangan-undangan, yakni paling lambat tujuh hari sebelum hari raya.
Di tengah situasi dilematis ini, Sudrajat berharap pengusaha di Jakarta Selatan bisa memberikan THR kepada semua pekerjanya, karena para pekerja juga membutuhkan THR di tengah pandemi COVID-19. "Berkaca pengalaman tahun lalu, tidak ada perusahaan yang mengajukan tunda bayar THR ataupun tidak mampu bayar THR, semoga tahun ini demikian," kata Sudrajat.