TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menyarankan pemerintah tidak terburu-buru melonggarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.
"Kalau dalam waktu dekat bukan waktu yang pas untuk melonggarkan pembatasan. Sebab, kasus sedang naik-naiknya," kata Tri saat dihubungi, Selasa, 19 Mei 2020.
Menurut Tri, pemerintah jangan gegabah untuk melonggarkan kebijakan pembatasan sebelum kurva penularan benar-benar menurun. Saat ini, kenaikan orang yang terinfeksi di negara ini masih mencapai 500 orang per hari. "Kalau sudah menurun dan stabil penurunannya 100 orang per hari baru bisa dilonggarkan secara bertahap," ujarnya.
Beberapa daerah, kata dia, memang telah bisa dilajukan pelonggaran secara bertahap seperti Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun, pemerintah harus melakukan isolasi secara ketat orang yang berstatus dalam pemantauan maupun pasien dalam pengawasan. "Tracking juga harus cepat dilakukan."
Menurut dia, jika pemerintah melonggarkan kebijakan pembatasan di tengah angka penularan yang makin tinggi, maka bakal terjadi gelombang kedua pandemi yang bakal lebih sulit diatasi.
Tri memahami rencana pemerintah untuk membuka secara bertahap pembatasan karena ekonomi negara ini semakin terpuruk. Namun, dalam kasus ini pemerintah harus mengambil tindakan paling bijaksana untuk menyelamatkan manusia.
"Untuk 10 provinsi tertinggi jangan sampai dilonggarkan untuk saat ini. Wuhan saja yang kemarin sudah nol kasus masih belum aman," ujarnya. "Apalagi Indonesia yang belum stabil penurunannya."
Tri mengingatkan pemerintah untuk tetap membatasi sampai penurunan stabil selama dua pekan. Jika penurunan belum stabil jangan sampai pelonggaran dipaksakan untuk memulihkan ekonomi. "Penanganan bakal lebih panjang kalau penyebaran virus ini tidak terkendali," ujarnya.
Tri memahami jika semua orang juga sudah bosan dua bulan di rumah. Ia juga paham pemerintah ingin menjaga ketahanan ekonomi. "Tapi pelonggaran baru bisa dilakukan kalau virus bisa dikendalikan," ujar dia.
Sebelumnya, usulan pelonggaran PSBB muncul salah satunya dari Asosiasi Pengusaha Indonesia. Ia mengatakan pelonggaran dibutuhkan agar dunia usaha tidak semakin tertekan di tengah pandemi. Dengan begitu, pengusaha tak melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK dan merumahkan karyawan.
"Kami usul PSBB dilonggarkan saja, tapi protokol kesehatan kita optimalkan. Pemerintah agar konsentrasi hanya ke fasilitas kesehatan saja dan memberikan fasilitas rapid test ke perusahaan," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani, Senin, 11 Mei 2020.
Hariyadi menjelaskan, tekanan besar bagi dunia usaha sudah tidak bisa lagi ditahan. Namun, di sisi lain, sudah tidak ada yang bisa dilakukan untuk membantu dunia usaha di saat seperti ini. Stimulus yang digelontorkan pemerintah, menurut Hariyadi, tidak berdampak besar bagi dunia usaha.
Pemerintah mulai mempertimbangkan pemberlakuan pengurangan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB diawali dari sektor transportasi khususnya di sektor penerbangan. Hal tersebut menyikapi kondisi terkini status perkembangan Covid-19 di Indonesia yang diklaim sudah melandai.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menekankan bahwa pengurangan pembatasan sosial tidak dapat diartikan sebagai sebuah pelonggaran. Aturan protokol kesehatan harus tetap dijalankan, bahkan diperketat.
"Pengurangan pembatasan di bidang perjalanan, salah satu aspek yang diujicobakan. Ini jadi taruhan apakah nanti kita akan lakukan untuk di sektor-sektor yang lain," ujarnya, Senin, 18 Mei 2020