5. Dirasa Janggal, Kasus Bakal Diadukan ke Dewan Pengawas KPK
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan bakal mengadukan kasus ini ke Dewan Pengawas KPK. Menurut Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, salah satu bentuk keamburadulan dari perkara OTT di UNJ ini adalah saat KPK melimpahkan kasus ke Kepolisian.
"Kalau KPK menyatakan tidak ada penyelenggara negara maka berarti telah ada teori baru made in KPK new normal," kata Boyamin Saiman, Jumat, 22 Mei 2020.
Kritik ihwal pelimpahan kasus juga datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan setidaknya ada dua dugaan tindak pidana korupsi yang bisa digunakan KPK untuk menangani kasus ini. Pertama, dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau pungutan liar yang dilakukan oleh Rektor UNJ, Komarudin.
Ia mengatakan Pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 menjelaskan bahwa Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dikategorikan sebagai penyelenggara negara. "Tentu dikaitkan dengan Pasal 11 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 maka KPK berwenang untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penyelenggara negara," ujar Kurnia.
Terlebih lagi, Kurnia melanjutkan, pada Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 secara tegas mengatakan bahwa penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau membayar dapat dijerat dengan maksimal hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar.
Kurnia mengatakan, dugaan kedua yang bisa digunakan KPK untuk menangani kasus ini adalah tindak pidana suap. KPK dinilai dapat membongkar latar belakang pemberian uang oleh pihak UNJ itu kepada pegawai Kementerian, apakah sekadar THR atau lebih dari itu.
M YUSUF MANURUNG | LANI DIANA | ANDITA RAHMA | ROSSENO AJI | JULNIS FIRMANSYAH