TEMPO.CO, Jakarta -Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia DKI Jakarta, Solihin memperkirakan tidak semua dunia usaha atau perkantoran mampu menyesuaikan diri dengan new normal atau tatanan hidup kenormalan baru selama pandemi Corona.
"Ada yang bisa dan pasti ada yang tidak bisa menerapkan protokol new normal," Solihin saat dihubungi Kamis, 28 Mei 2020.
Ia menuturkan protokol new normal telah tertuang lewat Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Jika membaca regulasi itu, kata dia, masyarakat hingga dunia usaha diminta untuk menghadapi tatanan normal baru di tengah kehidupan yang tidak normal. Salah satu yang harus dipatuhi dalam regulasi itu adalah perusahaan wajib menggunakan penanganan Covid-19 saat beraktivitas.
Setiap perusahaan, kata dia, nantinya wajib mempunyai tim pengawas sendiri untuk memantau pekerjanya jika mempunyai gejala terinfeksi SARS CoV-2 ini. "Perusahaan juga harus memberikan info yang dicurigai," ujarnya. "Tidak semua perusahaan mampu mempunyai tim pengawas ini."
Selain itu, perusahaan diminta membuat dua pintu khusus untuk masuk dan keluar karyawan. Menurut Solihin, tidak semua perusahaan mempunyai pintu khusus untuk keluar masuk.
Karyawan pun diminta untuk menggunakan masker dan tetap menjaga jarak serta diperiksa suhu tubuhnya sebelum masuk kerja. "Tidak semua perusahaan mempunyai fasilitas itu (protokol Covid-19)."
Dalam situasi seperti ini, kata dia, memang terdapat dua pilihan yang sulit antara karam karena ekonomi atau kesehatan. Masyarakat diimbau untuk lebih membiasakan hidup bersih dan sehat dalam tatanan baru yang akan diterapkan. "New normal memang suatu keniscayaan. Semua harus diatur, tapi memang tidak semua bisa menghadapi tatanan baru ini."