TEMPO.CO, Jakarta - Dua terdakwa kasus pembunuhan ayah dan anak, Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin Oktavinanus Robert membacakan nota pembelaan atau pledoi di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 8 Juni 2020. Pledoi dibacakan oleh kuasa hukum keduanya, yaitu Firman Chandra.
Di bagian penutup berkas pledoi yang diterima Tempo dari Firman Chandra, kedua terdakwa menyampaikan empat permintaan kepada majelis. Pertama, meminta majelis hakim menyatakan Aulia dan Kelvin tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama, yakni Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP dan harus segera dibebaskan.
"Kedua, membebaskan terdakwa satu Aulia Kesuma dan terdakwa dua Geovanni Kelvin dari segala dakwaan (vrijspraak) sesuai dengan Pasal 191 Ayat 1 KUHAP atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa Aulia Kesuma dan terdakwa Geovanni Kelvin dari segala tuntutan hukum (onstlagvanrechtvervolging) sesuai dengan Pasal 191 Ayat 2 KUHAP," bunyi kutipan berkas pledoi kedua terdakwa pada Senin, 8 Juni 2020.
Permintaan ketiga, memulihkan segala hak terdakwa, Aulia dan Kelvin dalam kemampuan, kedudukan, nama baik, serta harkat dan martabatnya. Keempat, meminta majelis hakim membebankan biaya perkara ke negara. Namun di akhir pledoi, kedua terdakwa membubuhkan permintaan lain. "Apabila majelis hakim yang mulia berpendapat lain, kami mohon putusan yang seringan-ringannya," ujar Aulia dan Kelvin dalam nota pembelaan.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum meminta majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Aulia dan Kelvin. Tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa Sigit Hendardi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pekan lalu, Kamis, 4 Juni 2020.
Menurut Sigit, Aulia dan Kelvin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili dan M. Adi Pradana. Kedua korban merupakan suami dan anak tiri dari Aulia. Tindak pidana pembunuhan ini diatur dalam Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau sesuai dakwaan primer penuntut umum.
Dalam tuntutannya, Sigit menyampaikan, tidak ada hal yang meringankan terdakwa. Sedangkan hal-hal yang memberatkan yakni perbuatan para terdakwa telah menghilangkan banyak nyawa, yakni nyawa korban Edi Candra Purnama dan Muhammad Adi Pradana.
"Perbuatan terdakwa dilakukan secara sadis. Perbuatan para terdakwa menarik perhatian masyarakat dan menimbulkan keresahan bagi masyarakat," kata Sigit.
Untuk membuat tuntutan tersebut, jaksa mengaku menggunakan keterangan saksi-saksi yang berjumlah 18 orang, serta hasil visum terhadap korban dan berita acara sebagai petunjuk yang diuraikan dalam fakta-fakta yuridis yang dipaparkan di persidangan. Jaksa juga memaparkan analisis yuridis tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan kedua terdakwa dengan pedoman putusan-putusan hakim terdahulu seperti Arrest Hoge Raad tanggal 23 Juli 1937 dan Arrest Hoge Raad tanggal 16 Juli 1894.
Aulia Kesuma didakwa membunuh Pupung dan Pradana di rumah mereka yang beralamat di Jalan Lebak Bulus 1, Kavling 129 B/U 15, RT 03/RW 05, Cilandak, Jakarta Selatan pada Jumat malam hingga Sabtu pagi, 23 dan 24 Agustus 2019. Pembunuhan tersebut juga dibantu oleh anak kandung Aulia, yakni Kelvin.
Untuk mengeksekusi korban, Aulia menyewa dua orang pembunuh bayaran, Muhammad Nursahid alias Sugeng dan Agus Kusmawanto. Setelah dibunuh, jasad Pupung dan Pradana dibawa Aulia dan Kelvin menggunakan mobil ke Sukabumi, Jawa Barat pada 25 Agustus 2019. Pelaku lantas membakar mobil Calya berpelat B 2983 SZL itu beserta jasad korban.
M YUSUF MANURUNG | ANTARA