TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Hariadi Wibisono, menilai kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB Jakarta) di masa transisi perlu dikaji. Menurut dia, pemerintah DKI harus mempertimbangkan kondisi penyebaran virus corona di daerah penyangga, yakni Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).
"Selama salah satu dari wilayah itu belum aman, maka sesungguhnya pelonggaran itu meningkatkan risiko," kata Hariadi dalam diskusi virtual, Sabtu, 13 Juni 2020. PSBB transisi, dia menganggap, mungkin bisa diterapkan untuk warga Jakarta. Akan tetapi, Ibu Kota tak bisa berdiri sendiri mengingat arus perjalanan penduduk dari Bodetabek yang tinggi.
Itu artinya perlu diperhatikan apakah situasi kasus Covid-19 di Jakarta dan daerah penyangga sudah cukup aman. "Kita harus mengingat bahwa ternyata DKI tidak bisa berdiri sendiri karena ada Jabodetabek," ucap dia.
Hariadi memaparkan pelonggaran PSBB Jakarta dapat dilakukan apabila mengacu pada data-data kesakitan yang ditetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sesuai saran World Health Organization (WHO).
Indikator data itu antara lain apakah sudah terjadi penurunan signifikan kasus Covid-19, positive rate di bawah 5 persen, dan pasien yang dirawat telah menurun sesuai syarat.
Dia mengingatkan agar PSBB transisi Jakarta harus disertai pemantauan dan evaluasi yang ketat. Sebab, menurut dia, pemerintah DKI harus menutup lagi aktivitas sosial dan ekonomi jika keadaan memburuk. "Situasinya membaik, lepas, tapi begitu situasinya kembali memburuk maka harus ditutup kembali," ujar Hariadi.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan memperpanjang PSBB Jakarta sekaligus memasuki masa transisi. PSBB transisi pun berlaku sejak 5 Juni 2020 hingga waktu yang tak ditentukan. Di fase ini, PSBB dilonggarkan. Aktivitas sosial dan ekonomi pun berangsur dibuka kembali.
LANI DIANA