TEMPO.CO, Jakarta - Dua pekan lagi, keseharian warga DKI Jakarta dalam berbelanja berbagai kebutuhan dan barang apapun akan memasuki babak baru.
Ini karena adanya aturan baru mengenai larangan penggunaan kantong yang terbuat dari bahan plastik untuk membungkus atau membawa barang belanjaan. Kantong yang sudah sangat dekat dengan kebiasaan sehari-hari itu harus ditinggalkan.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat. Pergub ini berlaku efektif mulai 1 Juli 2020.
Pergub itu mewajibkan pengelola pusat perbelanjaan, toko swalayan dan pasar rakyat untuk menggunakan kantong belanja ramah lingkungan. Pemprov DKI Jakarta melarang penggunaan kantong belanja berbahan plastik sekali pakai di tempat-tempat tersebut.
"Pemprov DKI Jakarta melarang penggunaan kantong belanja plastik sekali pakai di tempat-tempat tersebut," kata Andono dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 10 Juni 2020.
Dalam Pergub itu diatur, pengelola pusat perbelanjaan, toko swalayan dan pasar rakyat harus mewajibkan seluruh pelaku usaha (tenant) di tempat yang dikelolanya untuk menggunakan Kantong Belanja Ramah Lingkungan (KBRL). Intinya aturan ini melarang kantong belanja berbahan plastik sekali pakai.
Dengan demikian, pengelola wajib memberitahukan aturan itu kepada seluruh pelaku usaha di pusat perbelanjaan atau pasar rakyat yang dikelolanya.
Kemudian pelaku usaha di pusat perbelanjaan, toko swalayan dan pasar rakyat dilarang menyediakan kantong belanja plastik sekali pakai.
Lantas solusinya apa? "Pelaku usaha atau tenant harus menyediakan kantong belanja ramah lingkungan secara tidak gratis," kata Andono.
Dengan demikian, kantong belanja nonplastik itu akan semakin dibutuhkan bagi warga DKI Jakarta. Alternatifnya adalah penggunaan tas dari kain, anyaman rotan dan bambu.
Ini akan mengembalikan kebiasaan belanja menggunakan kantong kain seperti tahun 1970-an dan awal 1980-an. Saat itu, setiap warga yang berbelanja membawa tas atau kantong dari bahan baik kain atau rotan.
Alasan kepraktisan dan harganya murah, bahkan disediakan gratis oleh pedagang, warung atau toko dengan beragam ukuran sesuai kebutuhan, perlahan-lahan kehadiran kantong plastik menggeser tas atau kantong ramah lingkungan. Hingga kini kebiasaan itu masih terlihat sehari-hari.
Bahkan di masa Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) sejak 10 April 2020, belum tumbuh perilaku warga membatasi diri atau mengurangi penggunaan kantong plastik. Pada aktivitas belanja di pusat perbelanjaan hingga pasar tradisional masih diwarnai maraknya penggunaan kantong plastik.
Begitu pula pada belanja daring (online), tak lepas dari penggunaan plastik. Dari bungkus bagian dalam hingga bungkus kardusnya dilapisi plastik, walaupun bukan kantong "kresek".
Andono Warih mengatakan terjadi peningkatan frekuensi berbelanja secara daring, baik layanan antar makanan siap saji ataupun belanja daring berbentuk paket.
Hal itu berdampak terhadap peningkatan sampah plastik pembungkus paket belanja daring tersebut. Sampah-sampah plastik itu terkumpul dalam kantong-kantong kresek berisi sampah rumah tangga yang kemudian dikumpulkan oleh tukang sampah dan selanjutnya dikirim ke Bantar Gebang, Kota Bekasi.
Dia pun mengimbau agar masyarakat mengurangi timbunan sampah plastik tersebut dengan menjalankan tips belanja daring ramah lingkungan yang direkomendasikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Seperti mendukung penjual dan produk tanpa pembungkus plastik dan meminta penjual untuk mengurangi pembungkus plastik. Juga membeli barang dalam kemasan besar atau satukan bermacam daftar belanjaan dalam satu pembelian.
Para pedagang di pasar tradisional yang selama ini banyak menggunakan kantong kresek ini juga bakal diatur. Salah satu pasar percontohan ada di Pasar Tebet Barat.
Direktur Usaha dan Pengembangan PD Pasar Jaya, Anugrah Esa, mengatakan pedagang Pasar Tebet Barat yang masih menggunakan atau menjual kantong plastik sekali pakai bisa ditangguhkan Surat Izin Pemakaian Tempat Usaha (SIPTU). Menurut Anugrah, SIPTU ini merupakan izin yang harus diperbaharui setiap tahun.
"Kalau masih menjual (kantong plastik), berarti izinnya gak kami keluarkan lagi. Arahnya mungkin ke situ," ujar Anugrah di Pasar Tebet Barat, pada Jumat, 28 Februari 2020.
Anugrah mengatakan penerapan Pergub pembatasan kantong plastik pada tahap awal kemungkinan tidak akan berjalan 100 persen. Namun ia yakin penggunaan kantong plastik sekali pakai dapat berkurang seiring berubahnya tren. "Ketika tren-nya sudah berubah, nanti orang mau gak mau terpaksa. Jadinya gak pakai plastik lagi," ujar Anugrah.