TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan mengembangkan program pertanian perkotaan atau urban farming. Tujuannya ialah untuk membantu kebutuhan pangan warga Kota Bogor.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Kota Bogor, Anas S Rasmana, mengatakan program urban farming dikembangkan dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya adalah memanfaatkan lahan marjinal di sekitar rumah atau lahan kosong yang tidak dimanfaatkan.
Pertimbangan lainnya, melalui urban farming diharapkan warga dapat memenuhi atau membantu mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari, seperti sayuran, buah-buahan, maupun empang ikan, peternakan ayam, dan peternakan kambing. "Lokasi lahan urban farming ini tidak hanya lahan kosong dan lahan marjinal, tapi juga bisa memanfaatkan lahan sempit di atap rumah dan bahkan di dinding rumah," kata Anas, Kamis, 25 Juni 2020.
Anas menyebutkan saat ini ada 24 lokasi urban farming yang dibina oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang telah berjalan. Umumnya di lokasi tersebut ditanam sayur-mayur. "Banyak juga warga yang mengelola urban farming secara mandiri," tuturnya.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan saat ini juga sedang memproses 23 kelompok urban farming yang diusulkan kepada pemerintah pusat maupun ke Bank Indonesia. Menurut Anas, dari 23 kelompok itu terdiri dari 16 kelompok yang diusulkan kepada pemerintah pusat serta tujuh kelompok kepada Bank Indonesia. "Urban farming umumnya menanam holtikultura yakni sayur mayur, dan ada juga mengelola empang ikan lele, peternakan ayam dan kambing," ujar Anas.
Ia menuturkan hasil panen ada yang dijual ke pasar untuk menambah kebutuhan sehari-hari dan ada juga untuk kebutuhan konsumsi sendiri. Adanya program urban farming, menurut Anas, dapat menguatkan ketahanan warga Kota Bogor, apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini.