TEMPO.CO, Jakarta -Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengingatkan pemerintah tidak terburu-buru membuka sekolah pada masa new normal. "DKI kan kasusnya masih banyak. Jadi jangan bicara pembukaan sekolah meski ada pengurangan kapasitas sampai 50 persen," kata Tri saat dihubungi, Jumat, 26 Juni 2020.
Kepala Bidang SD dan PKLK Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Momon Sulaeman mengatakan, skema ganjil genap nomor absen mungkin dilakukan pada saat kegiatan fisik di sekolah kembali dilakukan di masa normal baru.
"Skema ganjil genap (nomor absen) bisa saja dilakukan namun tetap kami membutuhkan izin orang tua terkait kehadiran anak untuk melakukan kegiatan di sekolah," kata Momon dalam diskusi daring bertajuk 'Sistem Pendidikan Ideal di Era New Normal', Kamis, 25 Juni 2020.
Tri menyarankan pemerintah membuka sekolah mulai tahun depan. Sebab, DKI merupakan zona merah dan masih masuk episenter penularan Covid-19. Apalagi, reproduksi efektif (Rt) virus Corona masih naik dan turun. Sampai sekarang kasus baru Covid-19 selalu tembus lebih dari 100 orang per hari. "Jadi masih tidak aman."
Epidemiolog Tri menuturkan semestinya pemerintah mau belajar dari keadaan luar negeri. Cina baru berani melonggarkan kebijakan saat kasus sudah nol. Australia yang kasusnya tinggal sembilan dan kasus baru nol juga belum berani membuka sekolah.
Selain itu, Korea Selatan yang sempat membuka sekolah akhirnya kecolongan. Kini negeri ginseng itu menghadapi tantangan gelombang kedua pandemi ditengarai berasal dari pembukaan sekolah. "Pembukaan sekolah yang terakhir saja."
Selain itu, Tri menyorot tingginya kasus penularan di Jawa Timur. Menurut Tri, pemimpin daerah di Jawa Timur telah menggiring warganya untuk terpapar Covid-19 karena telah melonggarkan kebijakan saat kasus penularan masih tinggi.
"Jatim kasusnya tinggi karena pemimpinnya salah ambil kebijakan," ujar epidemiolog UI tersebut menambahkan. "Pemimpin harus bertanggung jawab terhadap warganya."