TEMPO.CO, Tangerang -Subaih, 50 tahun, Kepala bagian Tata Usaha Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 21 Kabupaten Tangerang melaporkan guru olah raga berinisial WHY, 30 tahun, karena diduga telah melakukan penganiayaan terhadap bekas bendahara itu.
Subaih mendatangi Polres Kota Tangerang di Tigaraksa didampingi penasihat hukum dari kantor pengacara A. Goni pada Jumat petang, 26 Juni 2020. Kepada Tempo Goni penasihat hukum Subaih mengatakan hasil visum Subaih menderita luka memar pada dada dan jempol tangan kirinya robek.
Menurut Subaih penganiayaan itu terjadi di sekolah pada Jumat pagi. "Saya ditonjok oleh WHY, saya terhuyung hingga jatuh. Jumat kemarin usai melapor dada saya sesak dan sekarang kaki mengalami bengkak,"kata Subaih dihubungi Tempo Ahad 28 Juni 2020.
Kepala Sekolah SMAN 21 Wiji secara terpisah membenarkan peristiwa penganiayaan itu. Korban lain disebutkan Wiji adalah anak kandungnya Gilang yang mengalami luka cakar dan cekikan."Anak saya juga sudah melaporkan peristiwa itu ke berwajib bersama Pak Baih,"kata Wiji.
Wiji menceritakan kronologi peristiwa tersebut. Sebelum penganiayaan itu terjadi, di sekolah itu ada kegiatan uji petik penggunaan dana BOS oleh Inspektorat Provinsi Banten."Sebenarnya yang dimintai keterangan kami berdua, saya selaku kepala sekolah dan mantan bendahara lama," kata Wiji.
Pada waktu itu uji petik dilakukan di dalam ruang kelas. Mestinya karena dalam suasana Covid -19 kata Wiji tidak ada kerumunan. Tetapi kegiatan itu disaksikan para guru dari luar kelas. Kerumunan massa itu tak kurang dari 40-an orang.
"Seorang mewakili komite ikut menyimak pemeriksaan Inspektorat. Pada waktu saya sedang menjelaskan penggunaan dana BOS diantaranya untuk pembuatan pagar dan mes sekolah, pada saat saya mengatakan, ' jujur pembuatan pagar sepanjang 70 meter dan tinggi 140 meter itu tidak ada Rencana Anggaran Belanja (RAB) secara administratif saya akui itu salah tapi bangunan ini Pak Komite juga tahu' tiba-tiba ketua komite menggebrak meja," kata Wiji.
Sejurus kemudian kata Wiji, Subaih mendatangi meja si ketua komite supaya tidak emosi. Tetapi dari luar ruangan para guru, penjaga sekolah merangsek masuk kelas, termasuk WHY. "Anak saya Gilang juga ikut masuk kelas khawatir keselamatan saya," kata Wiji.
Terjadi dalam ruangan kelas itu adu mulut. "Saya juga katakan pak ketua komite tidak memiliki surat keputusan kepala sekolah," ujar Wiji. "Melihat situasi memanas tim Inspektorat pun menyelamatkan diri," ia menambahkan.
Begitu bubar kata Wiji aksi penganiayaan itu terjadi di luar ruangan. "Anak saya kena cakar, Subaih kena tonjok pada dadanya,"kata Wiji.
Wiji mengaku kaget WHY yang notabene keluarga sekolah melakukan penganiayaan terhadap kepala TU. "Dulu dia WHY adalah alumni sekolah dan dalam perjalanan waktu menjadi tenaga honorer sebagai guru olahraga," kata dia.
Pengacara Subaih A.Goni mengatakan telah melaporkan peristiwa penganiayaan itu ke Reserse Kriminal Pollresta Tangerang. "Betul kami mendampingi korban Subaih. Sebelumnya sudah dilakukan visum dan hasilnya sudah kami serahkan kepada penyidik,"kata Goni.
Terkait dengan pemeriksaan dana BOS di SMAN 21 Sukadiri itu Kepala Inspektorat Provinsi Banten Kusmayadi membenarkan adanya pemeriksaan uji petik oleh auditor. "Karena ricuh dan tidak kondusif, uji petik akan dijadwalkan ulang,'kata Kusmayadi Ahad 28 Juni 2020.
Uji petik adalah pemeriksaan fisik atas penggunaan anggaran BOS. Menurut Kusmayadi Inspektorat Provinsi Banten belum final melakukan pemeriksaan terhadap laporan dugaan penyimpangan dana BOS di sekolah itu. "Klarifikasi kepada kepala sekolah dan bendahara sudah dilakukan, tetapi proses pemeriksaan masih berjalan, belum final," kata Kusmayadi.
Kepala Unit I Jatanras Satreskrim Polresta Tangerang Inspektur Dua Dedi Ruswandi membenarkan laporan penganiayaan tersebut. "Kami sudah menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi , mulai besok (Senin 29 Juni 2020)," kata Dedi dihubungi Tempo Ahad petang.
Dedi mengatakan visum terhadap korban pelapor sudah dilakukan. "Berdasarkan visum ada luka memar dialami korban," kata dia