TEMPO.CO, Jakarta- Lembaga Bantuan Hukum Jakarta meminta Gubernur Anies Baswedan memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk mencabut atau merevisi Keputusan Kadisdik Nomor 501 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis (juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.
Kepala Advokasi LBH Jakarta Nelson Simamora mengatakan keputusan itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB pada taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
“Dan peraturan yang lebih tinggi lainnya. Selain itu juga menjadwal ulang proses proses penerimaan dengan aturan yang baru nantinya tersebut sebagai akibat dari aturan yang berlaku saat ini,” kata Nelson dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 28 Juni 2020.
Nelson beranggapan aturan seleksi berdasarkan usia dalam jalur zonasi menyebabkan kekacauan di masyarakat. Pada akhirnya, kata dia, banyak yang tidak diterima di sekolah yang dekat dengan rumahnya.
Menurut Nelson, prinsip dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 adalah mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah yang dituju. “Faktor usia peserta didik yang lebih tua baru menjadi faktor yang dipertimbangkan ketika terdapat kesamaan jarak tinggal calon peserta didik dengan sekolah,” tutur dia.
Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ujar Nelson, juga mengatur kuota minimum di jalur zonasi sebesar 40 persen. Jumlah itu lebih rendah dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 yang mengatur kuota minimum jalur zonasi adalah 50 persen. LBH Jakarta, kata dia, beranggapan penurunan kuota itu tak sesuai dengan semangat penerapan sistem zonasi.
Nelson juga menganggap prioritas tahapan dalam PPDB DKI 2020 menjadi aneh ketika pelaksanaan jalur prestasi non akademik dilakukan sebelum jalur zonasi. Padahal, dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 diatur bahwa untuk jalur zonasi, afirmasi dan perpindahan tugas orang tua calon siswa memiliki kuota tertentu yang harus dipenuhi.
Sementara untuk jalur prestasi dapat dibuka oleh pemerintah daerah setempat jika ada sisa kuota. “Dalam hal ini, Pemprov DKI selain melanggar ketentuan dasar, sejatinya juga tidak konsisten dengan tujuan pelaksanaan sistem zonasi,” ucap Nelson.
LBH Jakarta, kata Nelson, menganggap Pemprov DKI Jakarta tak memberikan ruang partisipasi dan informasi yang layak bagi orang tua murid dan calon siswa. Nelson menyebut hal itu tak sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. “Untuk kesekian kalinya Pemprov DKI Jakarta tetap mempertahankan kebijakan serupa meskipun orang tua murid telah menyampaikan tuntutan perubahan sistem jauh sebelum pelaksanaan PPDB,” kata Nelson.