TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra Syarif, mengatakan rencana reklamasi Ancol di Jakarta Utara, tidak terkait dengan janji politik Gubernur DKI Anies Baswedan saat kampanye yang menolak pembangunan pulau palsu di Teluk Jakarta.
"Pahami riwayatnya. Beda janji politik menolak reklamasi Teluk Jakarta dengan Reklamasi yang di Ancol," kata Syarif saat dihubungi, Jumat, 3 Juli 2020.
Menurut Syarif, janji Anies menghentikan reklamasi telah ditunaikan. Anies mencabut izin reklamasi di 13 pulau yang belum terbangun dan bakal mengelola empat pulau yang telah terbangun. Di Teluk Jakarta, kata dia, rencananya ada 17 pulau reklamasi yang dinamai huruf A sampai L.
Reklamasi yang ada di dekat Ancol, yakni Pulau L dan K, telah dicabut. Sedangkan rencana perluasan Ancol, yang saat ini direncanakan merupakan perjanjian kerja sama yang telah dilakukan DKI dengan PT Pembangunan Jaya Ancol.
Reklamasi di Ancol bakal dibagi menjadi dua kawasan, yakni barat dan timur. Sisi barat bakal digunakan untuk pengembangan Dunia Fantasi dan timur bakal dikembangkan untuk wisata komersial Ancol. "Yang bagian Timur nanti juga akan ada pantai yang bisa diakses gratis oleh warga," kata Syarif.
Reklamasi di sisi barat bakal dibangun pulau buatan seluas 35 hektare dan sisi timur 120 hektare. Di sisi Timur, kata dia, telah terbangun 20 hektare perluasan lahan dari material Lumpur hasil pengerukan 13 pulau di DKI.
DKI bekerja sama untuk program dumping site atau pembuangan hasil kerukan dari 13 sungai di Ibu Kota, dengan Pembangunan Jaya Ancol. "Kerja sama itu telah dilakukan sejak gubernur Fauzi Bowo," ujarnya.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengecam terbitnya izin reklamasi untuk PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk seluas 150 hektare untuk perluasan kawasan rekreasi. Izin diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
"Izin perluasan reklamasi untuk kawasan rekreasi di Pantai Ancol seluas 150 hektare merupakan ironi kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang pernah berjanji akan menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta," kata Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati melalui keterangan tertulis, Jumat, 26 Juni 2020.
Susan menuturkan Anies pernah berjanji akan menghentikan reklamasi, tetapi faktanya malah memberikan izin kepada PT Pembangunan Jaya Ancol. "Sebelumnya juga mengeluarkan lebih dari 900 IMB untuk bangunan di Pulau D yang konsesinya dimiliki oleh PT Kapuk Naga Indah."
Keputusan Gubernur itu, menurut Susan, memiliki kecacatan hukum karena hanya mendasarkan kepada tiga Undang-Undang yang terlihat dipilih-pilih, yaitu: Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Ketiga Undang-Undang tersebut, terlihat dipilih oleh Anies Baswedan karena sesuai dengan kepentingannya sebagai Gubernur DKI Jakarta," ujarnya.