TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menjelaskan reklamasi Ancol di kawasan pantai barat dan pantai timur menggunakan tanah yang diambil dari hasil pengerukan sungai di Jakarta.
"Penumpukan tanah tersebut pada akhirnya akan membentuk area baru karena proses pemadatan yang dilakukan untuk menjaga agar tanah tidak tercecer ke dasar laut secara tidak teratur," kata Saefullah dalam rekaman video Pemprov DKI Jakarta, Jumat, 3 Juli 2020.
Saefullah mengatakan lumpur-lumpur tersebut hasil pengerukan yang dilaksanakan di lima waduk dan 13 sungai yang ada di Jakarta. Itu juga sebagai upaya penanggulangan banjir yang perencanaannya telah ditetapkan sejak 2009. Menurut dia, reklamasi Ancol sudah ada lebih dahulu dan terpisah dari reklamasi yang akhirnya dibatalkan.
Berdasarkan laporan dari program Jakarta Emerging Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP), kata Saefullah, lumpur yang dihasilkan dari pengerukan sungai itu mencapai 3.441.870 meter kubik. Lumpur yang dibuang kemudian mengeras dan menghasilkan tanah seluas 20 hektare (ha).
Penumpukan tanah akhirnya membentuk area baru karena proses pemadatan. "Area bentukan baru yang masih menempel dengan daratan Jakarta ini perlu dilakukan pengaturan pemanfaatannya agar tetap mengedepankan kepentingan publik," tutur dia.
Oleh karena itu, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang Perluasan Wilayah Ancol dengan rincian 35 hektare bagi Dufan dan Taman Impian Ancol Timur seluas 120 hektare yang ditandatangani pada 24 Februari 2020.
Izin pelaksanaan reklamasi Ancol yang diberikan, salah satunya digunakan untuk pengurusan HPL dari lahan yang sudah ada di Ancol timur. "Selama beberapa tahun ini memang sudah terdapat kurang lebih 20 hektar 'tanah timbul' yang ada di Ancol timur. Dihasilkan dari lumpur hasil pengerukan sungai-sungai di Jakarta," kata Saefullah.