TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Anak mengirimkan surat panggilan kedua kepada Pemprov DKI Jakarta untuk meminta penjelasan soal Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB Jakarta. Komnas Anak menemukan pelaksanaan di lapangan berbeda dengan juknis anak buah Anies Baswedan.
"Senin ini Komnas akan layangkan surat kembali meminta konfirmasi Pemprov DKI terhadap pelaksanaan PPDB," kata Sekretaris Jenderal Komnas Anak Danang Sasongko di Jakarta, Minggu malam, 5 Juli 2020.
Sebelumnya, Komnas Anak telah melayangkan surat pemanggilan pada Jumat lalu kepada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI Jakarta untuk meminta konfirmasi soal PPDB Jakarta. Namun hingga Minggu malam, belum ada konfirmasi dari Pemprov DKI Jakarta untuk hadir dalam pemanggilan yang dijadwalkan hari ini, Senin 6 Juli 2020.
Komnas Anak menemukan sejumlah pelanggaran dalam pelaksanaan PPDB DKI Jakarta Tahun 2020, di antaranya pada jalur zonasi. Tiga pelanggaran yang ditemukan oleh Komnas Anak yakni kuota zonasi yang dikurangi dari 50 menjadi 40 persen.
Selanjutnya pelaksanaan PPDB DKI Jakarta bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permedikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB. "Temuan terpenting Komnas adalah juknis PPDB DKI sudah benar tapi pelaksanaannya yang salah," kata Danang.
Menurut Danang, petunjuk teknis (Juknis) PPDB DKI Tahun 2020 yang telah ditandangani oleh Kepala Dinas Pendidikan sudah benar sesuai dengan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019.
Permendikbud tersebut menyatakan bahwa pada jalur zonasi yang didahulukan adalah jarak (dalam artian titik tempat tinggal terdekat dengan sekolah). Dalam juknis PPDB DKI Jakarta tertulis bila kuota zonasi melebihi kapasitas maka yang diukur atau yang jadi pertimbangan adalah usia.
"Isi Juknisnya begitu," kata Danang.
Akan tetapi, pada pelaksanaan di lapangan PPDB Jakarta memprioritaskan usia bukan jarak. Hal ini tergambar dari output PPDB online. Pada lembaran output PPDB online terdapat kolom nomor peserta, nama peserta, kelurahan dan sisi paling kanan tertulis usia atau tahun.
Sedangkan di daerah lain, lembaran output PPDB daring tertulis nomor peserta, nama peserta, jarak (km/m).
"Kalau di Jateng jarak menggunakan satuan meter, kalau di Jatim menggunakan satuan kilometer, kalau di Jakarta langsung usia (tahun) di situlah terjadi kekisruhan," ungkap Danang.
Selain itu, Komnas Anak mencurigai ada faktor kesengajaan untuk mengacaukan PPDB DKI Tahun 2020. Alasannya, juklak dan juknis yang telah ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan tersebut menyatakan hal demikian, tapi pada pelaksanaannya berbeda dengan apa yang telah ditandatangani.
"Kita curiga apakah ini, karena sampai sekarang Pak Gubernur tidak menjelaskan duduk permasalahan seperti apa, Pak Wakil Gubernur dalam wawancara di stasiun televisi menyatakan tidak ada masalah, beberapa kali diundang tidak datang semua, yang datang adalah konsultan pendidikannya," kata Danang.
Danang menilai penjelasan yang diberikan oleh konsultan pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik untuk menginformasikan hasil analisa yang telah dibuatnya.
Oleh karena itu Komnas Anak memanggil Pemprov DKI Jakarta untuk mengkonfirmasi terhadap pelaksanaan PPDB DKI 2020. "Untuk menyelesaikan kekisruhan ini adalah Kadisdik untuk menjelaskan secara detail kenapa sampai pelaksanaan itu berbeda dengan juknis yang ditandatangani olehnya," kata Danang.
Pelaksanaan PPDB DKI Jakarta Tahun 2020 mendapat protes dari para calon orang tua murid yang anaknya sulit untuk mendaftar ke sekolah negeri lewat jalur zonasi yang dibatasi oleh usia. Mereka sudah berulang kali unjuk rasa, yaitu di Balai Kota Jakarta pada Selasa 30 Juni, dilanjutkan audiensi ke DPRD DKI Jakarta, Komisi X DPR RI, hingga ke Kementerian Pendidikan. Para orang tua kembali demo pada Jumat lalu di Taman Aspirasi, Monas, seberang Istana Merdeka, menuntut pembatalan PPDB Jakarta.