TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menyorot tiga aspek dalam reklamasi Ancol di Jakarta Utara. Pertama, mengenai regulasi yang tertuang dalam mereklamasi Ancol.
Menurut dia, reklamasi Ancol melanggar tata ruang wilayah karena tidak masuk dalam Perda Rencana Detail Tata Ruang DKI. "Ini berbeda dengan rencana 17 pulau reklamasi yang sudah dibatalkan," kata Nirwono melalui pesan singkat, Rabu, 9 Juli 2020.
Reklamasi Ancol itu tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) Seluas sekitar 35 hektare dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas 120 hektare. Surat ini diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 24 Februari 2020
Selain itu, menurut Nirwono, kebijakan reklamasi Ancol belum mempunyai kajian analisis dampak lingkungan. Termasuk juga rencana penggunaan hasil sedimentasi lima waduk dan 13 sungai untuk membuat pulau palsu itu. "Begitu juga teknis pekerjaan dan dampak terhadap lingkungan belum ada kajiannya."
Melihat semua aspek yang belum terpenuhi itu, kata Nirwono, Pemerintah DKI terlihat tidak punya rencana matang penataan kawasan Pantai Utara Jakarta. "Termasuk pembangunan pantai publik yang benar-benar gratis dengan kondisi bagus seperti Pantai Ancol, yang merupakan hak masyarakat untuk menikmati pantai denga bebas, sesuai UU 26/2007 tentang penataan ruang."