TEMPO.CO, Jakarta - PT MRT Jakarta menghitung dana untuk pembebasan lahan pembangunan depo MRT fase II di kawasan Ancol Barat, Jakarta Utara mencapai Rp 1,5 triliun.
"Kita nilai sekitar Rp 1,5 triliun," ujar Direktur Utama PT MRT William Sabandar dalam rapat Komisi B DPRD, Rabu 8 Juli 2020.
Lahan yang diincar sebagai lokasi depo MRT tersebut berada di kawasan Ancol dengan Hak Pengelolaan (HPL) milik Ancol namun Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut milik PT Asahimas. Menurut William, lahan tersebut telah ditinggalkan oleh perusahaan kaca itu.
Pembebasan lahan depo MRT tersebut akan menggunakan anggaran tahun depan, karena pada tahun ini tidak ada pendanaan akibat dampak pandemi Covid-19. Anggaran pembebasan lahan akan dialokasikan dari dinas yang ditugaskan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bukan bersumber dari anggaran PT MRT.
William mengatakan pembebasan lahan untuk depo MRT tersebut sangat diperlukan karena menjadi syarat pendanaan pembangunan Fase II MRT Jakarta oleh Badan Kerjasama Internasional Jepang atau Japan International Cooperation Agency (JICA).
Pemilihan kawasan Ancol tersebut merupakan hasil dari kajian dan masukan konsultan proyek bahwa lahan tersebut efesien dan efektif untuk dibangun depo. "Hasil studinya memang lahan itu yang paling efektif," ujarnya.
Rencana pembebasan lahan depo MRT Jakarta senilai Rp 1,5 triliun tersebut dikritik oleh anggota Komisi B DPRD DKI Pandapotan Sinaga. Alasannya, HGB lahan tersebut milik swasta yaitu PT Asahimas sedangkan HPL dimiliki Ancol. "Karena pembebasan lahan ini besar, sedangkan HPL-nya milik Ancol," kata dia.
Pandapotan dan Komisi B kemudian meminta PT MRT Jakarta memberikan penjelasan khusus terkait pembebasan lahan untuk depo MRT tersebut.