TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz melihat lonjakan kasus harian positif Covid-19, semakin tinggi karena pemerintah tidak tegas menghukum orang yang melanggar protokol kesehatan. Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, sejauh ini pemerintah masih melakukan pendekatan persuasif dalam menegakkan protokol kesehatan.
"Dengan malu-malu dan masih setengah-setengah. Padahal, sudah tidak bisa seperti itu," kata Abdul saat dihubungi, Senin, 13 Juli 2020.
Penularan virus Corona mencetak rekor tertinggi baru selama pandemi ini berlangsung. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan penambahan sebanyak 404 kasus positif Covid-19 baru pada Ahad, 12 Juli 2020. Dengan penambahan itu kasus positif Covid-19 di DKI, kini mencapai 14.361 kasus.
Abdul menuturkan pemerintah tidak bisa lagi menerapkan pendekatan yang lunak karena telah memutuskan menerapkan transisi normal baru. Pada masa transisi ini, kata dia, potensi penularan virus bakal semakin tinggi karena kegiatan sosial dan ekonomi telah dilonggarkan.
"Harusnya melihat prediksi ke depan seperti itu.” Untuk mencegah penularan virus ini saat kebijakan dilonggarkan hanya dengan kedisiplinan menjaga protokol kesehatan. Protokol kesehatan yang dimaksud adalah menggunakan masker dan tidak berkerumun.
Abdul menyarankan pemerintah segera menghentikan masa transisi normal baru jika wabah ini semakin tidak terkendali. Jangan sampai penularan virus Covid-19 di DKI, seperti di Surabaya, Jawa Timur, yang sulit dikendalikan. "Kita tidak ingin terjadi seperti di Surabaya. Wali Kotanya sampai nangis-nangis karena wabah sulit dikendalikan."
Pemerintah hingga media juga perlu terus mensosialisasikan pentingnya menjaga protokol kesehatan pada masa transisi ini. Jangan sampai warga menilai wabah ini sudah tidak ada karena pemerintah telah menerapkan masa transisi.
"Ini yang sangat dikhawatirkan. Jangan sampai masa transisi ini dianggap sudah aman. Justru ini posisi yang genting," ujarnya.