TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono menilai munculnya ribuan kasus baru positif Covid-19 saat PSBB Transisi karena adanya pemahaman keliru terhadap new normal.
"Ini masyarakat kebablasan tidak berdisiplin dalam penerapan protokol kesehatan. Saya kira, anggapan normal baru di benak masyarakat selama ini keliru. Mereka menganggap, PSBB transisi ini kembali ke keadaan seperti sedia kala, seperti sebelum pandemi Covid-19 terjadi, padahal bukan," ujarnya di Jakarta, Senin 13 Juli 2020.
Baca Juga:
Akibatnya, masyarakat cenderung abai terhadap protokol kesehatan yang terus digemborkan pemerintah. Meski PSBB dilonggarkan pada masa transisi ini, masyarakat seharusnya tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan.
"Normal baru itu bukan normal. Tapi kondisi kehati-hatian dalam masa pandemi, selama vaksin belum ditemukan. Ini diterapkan untuk pergerakan ekonomi. Kalau ekonomi aman, bisa saja kemarin pemerintah menerapkan lock down seperti Singapura," kata politikus Partai Demokrat itu.
Kondisi ekonomi Singapura mapan sehingga keuangan negara itu tidak kolaps saat lock down tiga bulan. "Lain halnya dengan Indonesia, saat PSBB diterapkan kondisi keuangan negara langsung terkontraksi. Itu yang harus disadari," ujar dia.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membeberkan kasus Covid-19 di Ibu Kota selama masa PSBB transisi menuju new normal justru mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Sejak PSBB transisi dimulai dari 4 Juni dan sampai hari Minggu 12 Juli tercatat ada 6.748 kasus baru Covid-19.
"Memang itu karena kita aktif melakukan pelacakan dan selama ini tambah kasusnya tapi tingkat rata-rata kasus positif masih di bawah lima persen," kata Anies melalui siaran YouTube Pemprov DKI Jakarta pada Minggu 12 Juli lalu.
Hal itu dikatakan Anies Baswedan untuk mengklarifikasi lonjakan kasus Covid-19 harian di Jakarta yang menembus 404 orang pada 12 Juli. Tingkat rata-rata kasus positif dari pengecekan PCR saat ini mencapai 10,5 persen, padahal WHO memiliki standar lima persen.
"Artinya, meskipun ditemukan (kasus baru) sebutlah 200 orang, tapi 200 orang dari 4.000 tes maka hasilnya hanya lima persen. Berbeda dengan 200 orang dari 1.000 tes, maka hasilnya 20 persen," ujar Anies Baswedan.
Menurutnya sejak 4 Juni sampai 12 Juli, klaster Covid-19 terbesar adalah pasien rumah sakit. Kisarannya adalah 45,26 persen dari total kasus Covid-19 mencapai 14.361 orang saat ini.
Klaster Covid-19 kedua adalah pasien di komunitas masyarakat sekitar 38 persen. Klaster pasar sekitar 6,8 persen. Berikutnya, pekerja migran Indonesia 5,8 persen dan sisanya dari perkantoran.
"Saya ingatkan kepada semua 66 persen dari yang kita temukan adalah orang tanpa gejala (OTG). Dia tidak sadar bahwa sudah terekspos. Kalau saja mereka tidak kami datangi untuk melakukan testing, barangkali yang bersangkutan tidak pernah merasa positif. Dia membawa virus Covid-19," ujarnya.
Karena itulah, kata Anies, masyarakat harus waspada terhadap penularan Covid-19. Diperlukan kesadaran diri untuk saling menjaga jarak antar pribadi masyarakat dan menghindari kerumunan.
Beda halnya bila yang positif Covid-19 mengalami gejala sakit seperti batuk, demam, dan flu sampai mereka datang ke rumah sakit. "Jadi saya ingin mengingatkan kepada semua warga Jakarta harus ekstra hati-hati, jangan anggap enteng dan jangan merasa kita sudah bebas dari Covid-19," ujarnya.