TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menunda sidang PK atau Peninjauan Kembali yang diajukan oleh buron kasus cessie Bank Bali Joko Sugiarto Tjandra alias Djoko Tjandra sampai 27 Juli 2020 mendatang.
Alasannya, hakim meminta jaksa penuntut umum untuk memberikan tanggapan terhadap permohonan Djoko Tjandra agar persidangan dilakukan secara daring melalui teleconference.
Adapun Djoko Tjandra absen dalam sidang hari ini atas alasan kesehatan. Artinya, ia sudah tiga kali tak menghadiri persidangan.
Hakim beranggapan sidang tak bisa dilanjut karena hal tersebut. “Saudara jaksa Anda saya minta memberikan pendapat tertulis satu minggu atas persidangan ini. Majelis berpendapat sidang ini tidak bisa diteruskan karena pemohon PK tidak hadir. Silakan untuk Anda jaksa berpendapat. Majelis akan berpendapat,” ujar Hakim Nazar Effriadi dalam persidangan pada Senin, 20 Juli 2020.
Nazar mengatakan majelis hakim sudah tidak dapat memberi kesempatan lagi lantaran Djoko Tjandra telah tiga kali tidak hadir di persidangan. “Hari ini terakhir kali diberikan kesempatan kepada pemohon untuk hadir. Maka toleransi tidak kami berikan lagi. Sudah cukup,” kata Nazar.
Meski begitu, pengacara Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma, tetap meminta kesempatan agar kliennya dapat dihadirkan di sidang PK. Meskipun, Hakim beranggapan surat yang Joko Tjandra bacakan di persidangan tak dapat memastikan apakah Djoko akan hadir di persidangan mendatang.
Andi mengatakan Permohonan teleconference itu diajukan apabila hakim tak lagi memberi kesempatan bagi Djoko Tjandra untuk hadir. “Pada dasarnya kami meminta beliau untuk hadir ke pengadilan dengan segala konsekuensinya untuk dapat memperjuangkan hak-haknya. Jadi saya mohon diberi kesempatan,” kata Andi.
Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Djoko. Tapi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus Joko ke Mahkamah Agung. Pada 11 Juni 2009, Majelis Peninjauan Kembali MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim memvonis Djoko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp 15 juta. Uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar dirampas untuk negara.