TEMPO.CO, Jakarta - Unjuk rasa penolakan reklamasi Ancol di depan Balai Kota Jakarta berujung ricuh, Selasa sore, 21 Juli 2020. Ketegangan terjadi ketika polisi mendesak demonstran untuk mematikan api yang dinyalakan di atas ban bekas.
"Kami meminta adik-adik, silakan menyampaikan aspirasi secara intelek. Kami minta adik-adik tertib dalam menyampaikan aspirasi," kata Kapolsek Metro Gambir Komisaris Polisi Kade Budiyarta, dengan pengeras suara di tengah Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa sore.
Sekitar tiga kali meneriakkan informasi tersebut, massa mulai merapatkan barisan menangkis sejumlah polisi yang datang dengan sebuah tabung untuk mematikan api. Beberapa kali semprotan api padam. Namun massa tak menerima tindakan tersebut.
Buntut dari itu, dalam pantauan Tempo, demonstran mulai menyerang polisi dengan memukulkan tiang bendera di tangan mereka. Aksi itu dibalas polisi sembari menekan massa yang terus mendesak polisi untuk tidak mematikan api tersebut.
"Atas nama undang-undang, kami dari kepolisian minta supaya adik-adik tertib menyampaikan aspirasi ini," ujar Komisaris Polisi Kade Budiyarta. Beberapa petugas kemudian menyemprotkan alat pemadam api ringan ke atas api yang membakar ban.
Reaksi yang sempat tegang itu berhenti semenjak seorang demonstran terjungkal ke aspal. Sejumlah massa lain mengangkat pria bernama Nova itu ke atas trotoar di sisi kanan Balai Kota. Kericuhan terjadi sekitar 15 menit.
Demonstran yang tergabung dalam Kelompok Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu itu berunjuk rasa meminta Gubernur Anies Baswedan menghentikan reklamasi Ancol. Mereka menganggap reklamasi Pulau L dan Pulau K ikut menyesengsarakan nelayan.
"Karena nelayan-nelayan di sana sudah kehilangan mata pencaharian," tutur anggota PMKRI Cabang Jakarta Pusat, Raymundus Yoseph Megu.
Adapun unjuk rasa penolakan reklamasi Ancol itu berlangsung sejak pukul 16.00 di Balai Kota DKI Jakarta. Pengamatan Tempo, massa sempat menyanyikan lagu "Indonesia Raya".
IHSAN RELIUBUN | MARTHA WARTA