TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus berharap pelaksanaan aturan soal sepeda listrik dan otopet ditunda hingga infrastruktur siap. Dia khawatir penerapan kebijakan itu bakal memunculkan konflik baru, khususnya bagi pejalan kaki.
"Ketika ini dipaksakan, menambah konflik, penderitaan bagi pejalan kaki," kata dia dalam diskusi virtual, Kamis, 23 Juli 2020.
Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Dalam Pasal 2 tercantum jenis kendaraannya terdiri dari skuter listrik, sepeda listrik, hoverboard, sepeda roda satu, dan otopet.
Pasal 5 tertera, kendaraan yang dimaksud dapat melaju di lajur khusus atau kawasan tertentu. Lajur khusus itu, yakni lajur sepeda atau lajur yang memang disediakan khusus untuk kendaraan.
Namun di Pasal 5 ayat 4 mengatur bahwa kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik ini dapat beroperasi di trotoar jika tak tersedia jalur khusus. Syaratnya adalah kapasitas kendaraan memadai dan memperhatikan keselamatan pejalan kaki.
Alfred menilai ketentuan ini justru melanggar aturan yang kedudukannya lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"PM 45/2020 ini sudah menyerobot fungsi trotoar yang udah diatur dalam UU 22/2009 ," ucapnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meneken Permenhub 4/45/2020 pada 16 Juni 2020. Aturan itu mengatur soal implementasi kendaraan tertentu dengan penggerak motor listrik. Kebijakan ini dikritik karena belum ada infrastruktur yang dapat menampung kendaraan tersebut dan dinilai merampas hak pejalan kaki di trotoar.