TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan pemerintah pusat soal sepeda listrik dan otopet dikritik. Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus mengatakan, banyak ketidakjelasan dalam regulasi tersebut dan prematur.
"Masih sangat abu-abu PM 45/2020 seakan-akan dilahirkan prematur," kata dia dalam diskusi virtual, Kamis, 23 Juli 2020.
Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Dalam Pasal 2 tercantum jenis kendaraannya terdiri dari skuter listrik, sepeda listrik, hoverboard, sepeda roda satu, dan otopet listrik.
Menurut Alfred, spesifikasi kendaraan masih rancu. Misalnya, bagaimana mengidentifikasi sepeda listrik. "Ketika motor listrik ditempeli pedal saja udah sepeda listrik kan," ucap dia.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Hendricus Andy Simarmata menilai, pemerintah seharusnya menyiapkan infrastruktur sebelum menerbitkan aturan. Sebab, tutur dia, infrastruktur kendaraan dengan penggerak motor listrik ini belum siap di Indonesia.
Ada beberapa aspek yang harus disiapkan antara lain desain dan penerangan jalan, pemeliharaan infrastruktur, hingga mengedukasi masyarakat cara menggunakan kendaraan tersebut.
"Jadi Permenhub 45/2020 ini tanpa dilengkapi penyiapan infrastrukturnya dan tanggung jawab siapa menyiapkan itu, maka kita bisa mendapatkan risiko yang tinggi," jelas dia.
"Menurut saya banyak sekali kelemahan Permenhub 45/2020 yang masih bisa kami identifikasi dan kami ajukan perbaikan."
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meneken Permenhub 45/2020 pada 16 Juni 2020. Aturan itu mengatur soal implementasi kendaraan tertentu dengan penggerak motor listrik. Kebijakan ini dikritik karena belum ada infrastruktur yang dapat menampung kendaraan tersebut dan dinilai merampas hak pejalan kaki di trotoar.