TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta Andri Yansyah membantah kritik anggota DPRD DKI mengenai pengawasan perkantoran yang tak maksimal, terutama di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB transisi. "Kalau berbicara masalah masif dan ketat, sudah dilakukan secara ketat," kata dia saat dihubungi, Rabu malam, 29 Juli 2020.
Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Gembong Warsono menilai Pemerintah DKI Jakarta gagap menghadapi penularan Corona atau Covid-19 yang terus bertambah, terutama sejak penerapan PSBB Transisi. Dia menganggap sejak awal tak ada langkah kongkrit pemerintah DKI untuk menekan penularan corona, sehingga muncul klaster perkantoran.
Data Disnakertrans DKI menunjukkan pengawasan PSBB di tempat kerja dilakukan sejak April 2020 hingga kini. Pada PSBB tahap 1 periode 10-23 April, petugas menginspeksi 502 perusahaan.
Dari angka itu, sebanyak 355 perusahaan masuk kategori dikecualikan dan belum menjalankan protokol kesehatan. Disnakertrans, kata Andri, memberi peringatan atau pembinaan.
Pada PSBB tahap 2, per 24 April-21 Mei ada 764 perusahaan yang diinspeksi. Petugas mendapati 382 perusahaan dikecualikan masih beroperasi dan tidak mematuhi protokol kesehatan.
Untuk PSBB tahap 3 pada 22 Mei-5 Juni, Disnakertrans hanya menginspeksi 51 perusahaan. Hingga saat itu, masih ada 41 perusahaan dikecualikan yang melanggar.
Pengawasan kembali ditingkatkan saat Jakarta berada di masa PSBB transisi tahap 1 pada 6-18 Juni. Disnakertrans mendatangi 669 perusahaan. Namun, hanya 275 perusahaan yang mematuhi protokol kesehatan.
Petugas menginspeksi 692 perusahaan saat PSBB transisi tahap 2 pada 19 Juni-2 Juli. 632 di antaranya sudah mematuhi aturan pemerintah. Transisi tahap ketiga pada 3-16 Juli 1.055 perusahaan diinspeksi, 1.053 patuh dan lainnya ditutup sementara. Di tahap keempat per 17-31 Juli inspeksi dilakukan terhadap 475 perusahaan.
Andri mengatakan banyak faktor yang menyebabkan karyawan terinfeksi virus Covid-19. Salah satunya terpapar dari luar kantor. Itu artinya, menurut dia, klaster perkantoran terbentuk belum tentu karena tertular virus di kantor.
Bisa di rumah, bisa pada saat tugas ke luar kota, bisa dalam perjalanan dari kantor ke rumah. “Atau sebaliknya. Itu bisa terjadi."