TEMPO.CO, Jakarta -Warga Pulau Pari melakukan unjuk rasa di kantor Ombudsman RI dan Kantor Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mendesak adanya penyelesaian kasus perampasan tanah oleh pengembang pada hari ini, Kamis, 6 Agustus 2020. Pengembang tersebut adalah PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Griya Nusa.
Ketua Forum Pulau Pari (FP3), Mustaghfirin meminta Ombudsman segera mengeluarkan rekomendasi atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang telah dikeluarkan pada 9 April 2018.
Laporan itu menyebutkan bahwa 14 sertifikat hak guna bangunan dan 62 sertifikat hak atas nama nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Griya Nusa merupakan maladministrasi.
"Rekomendasi itu sangat penting untuk kami warga Pulau Pari agar kami dapat kembali hidup di ruang hidup kami tanpa adanya ancaman dan intimidasi dari perusahaan," ujar Mustaghfirin dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 6 Agustus 2020.
Ketua RT Pulau Pari, Edi mempertanyakan alasan Ombudsman yang belum mengeluarkan rekomendasi setelah dua tahun menerbitkan LAHP. Proses berlarut ini disebut mengancam warga Pulau Pari.
Edi juga meminta Anies Baswedan untuk segera turun ke lapangan guna memeriksa masalah ini. "Agar bisa membuat keputusan terkait konflik tanah ini," ujarnya.
Dalam keterangan tertulisnya, warga Pulau Pari meminta Anies Baswedan segera memberikan sikap untuk melindungi mereka beserta ruang hidupnya melalui regulasi, kebijakan, keputusan Gubernur DKI Jakarta, sebagaimana yang telah dimandatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016.
Putusan Mahkamah Konstitusi itu menjamin terpenuhinya hak konstitusional nelayan Indonesia, di antaranya adalah hak mengelola dan mendapatkan manfaat dari sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sengketa antara warga Pulau Pari dan PT Bumi Pari Asri dimulai pada 2014. Saat itu, perusahaan mengklaim lahan yang dihuni warga Pulau Pari merupakan asetnya. Bos PT Bumi Pari Asri, Pintarso Adijanto juga pernah melaporkan sejumlah warga atas dugaan penyerobotan.