TEMPO.CO, Jakarta - Pakar epidemiologi mengkritik Pemerintah Provinsi DKI yang tetap mempertahankan PSBB Transisi pada saat Jakarta berada di zona merah Covid-19.
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono memperingatkan Pemprov DKI Jakarta agar serius menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa pandemi ini.
"Jangan bercanda PSBB-nya, transisi lagi. Dengan PSBB transisi semua sektor dibuka," kata dia saat dihubungi, Minggu, 9 Agustus 2020.
Meski Pemprov DKI Jakarta mengatur agar jumlah orang maksimal 50 persen dari kapasitas ruangan di masa PSBB transisi, tapi penularan Covid-19 masih ada bahkan makin banyak. Buktinya, banyak pasien positif dari klaster perkantoran.
Sejak PSBB transisi pada 5 Juni 2020, aktivitas sosial dan ekonomi, tak terkecuali operasional kantor, memang sudah diizinkan lagi. Tak cuma kantor, pasar non-pangan, mal, rumah ibadah, dan beberapa fasilitas publik kembali dibuka. Namun, klaster Covid-19 bermunculan dari pasar, perkantoran, hingga rumah ibadah.
Menurut Tri, Jakarta sebenarnya belum bisa memasuki masa transisi karena kasus Covid-19 belum melandai. Artinya, zona merah masih menghantui Jakarta. Masa transisi baru bisa dijalankan jika Ibu Kota sudah memasuki zona kuning.
"Kalau merah mau transisi, mau ke mana transisinya? Jadi salah kaprah seolah-olah mau new normal dari merah," ucap dia. "Pemerintah kacau balau cara berpikirnya."
Tri menyoroti jumlah pasien positif yang terus bertambah di DKI. Begitu juga dengan positivity rate atau persentase pasien positif Covid-19.
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta per 8 Agustus menunjukkan, penambahan pasien positif sebanyak 721 orang dengan total 25.242 kasus. Sementara pasien sembuh juga bertambah 509 orang dan meninggal naik 12 orang.
Penambahan pasien positif di masa PSBB Transisi di atas 700 itu merupakan yang terbanyak di Jakarta selama pandemi Covid-19. Positivity rate-nya 7,4 persen atau di atas standar World Health Organization (WHO), yakni 5 persen.