TEMPO.CO, Jakarta - Hadi Pranoto meminta Pengadilan Negeri Jakarta Barat membuat putusan provisi atau tindakan pendahuluan, sebelum putusan akhir dalam gugatan perbuatan melawan hukum dan ganti rugi terhadap Muannas Alaidid dijatuhkan. Dalam gugatan, Ketua Cyber Indonesia itu dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp 150 triliun secara tunai.
Putusan provisi pertama yang diminta oleh Hadi Pranoto adalah mencabut kartu tanda advokat dan berita acara sumpah milik Muannas Alaidid. Kedua, Pengadilan diminta melarang Muannas menjalankan profesinya sebagai advokat sebelum putusan akhir.
"Ketiga, menyatakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dibekukan selama pengadilan belum menjatuhkan putusan akhir," bunyi gugatan Hadi Pranoto yang diterima Tempo dari kuasa hukumnya, yaitu, Tonin Tachta pada Ahad petang, 9 Agustus 2020.
Provisi Hadi Pranoto selanjutnya adalah menyatakan kegiatan Cyber Indonesia, tidak sah selama proses gugatan belum final. Kemudian, menyatakan penyidikan laporan polisi terhadap Hadi Pranoto yang dibuat oleh Muannas Alaidid dihentikan. Terakhir, memerintahkan penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk menunda penyidikan terhadap Hadi Pranoto atas laporan dari Muannas sampai adanya putusan akhir gugatan.
Ihwal pembekuan PSI, Hadi Pranoto menyampaikan alasannya dalam berkas gugatan tersebut. Menurut dia dan kuasa hukumnya, Muannas Alaidid merupakan politikus PSI dan memiliki jaringan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta dan pemerintahan.
"Dengan demikian agar tidak lagi dapat menggunakan kewenangan yang ada pada partai tersebut maka sepatutnya Partai Solidaritas Indonesia beserta anggota DPRD DKI dibekukan selama pengadilan belum menjatuhkan putusan berkekuatan hukum," bunyi potongan gugatan Hadi Pranoto.
Gugatan ganti rugi sebesar Rp 150 triliun diajukan Hadi Pranoto karena merasa dirugikan akibat laporan polisi yang dibuat Muannas Alaidid ke Polda Metro Jaya pada 3 Agustus lalu. Dalam laporan tersebut, isi wawancara antara penyanyi Erdian Aji Prihartanto alias Anji dengan Hadi Pranoto tentang obat buatannya yang diklaim mampu menyembuhkan Covid-19 dijadikan alat bukti.
Sebelumnya, Muannas melaporkan Hadi Pranoto dan Anji atas dugaan menyebarkan kabar bohong dalam wawancara tentang 'obat' Covid-19 itu.
Kedua terlapor disangkakan melanggar Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 45a Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Akibat laporan Muannas tersebut, obat herbal buatan Hadi Pranoto yang sudah diproduksi tidak bisa diedarkan lagi.
Selain itu, Hadi Pranoto mengaku tidak lagi dapat memenuhi orderan, tidak dapat melanjutkan kontrak dengan supplier, dan membuat pekerja telantar.
Rincian kerugian materiil yang diklaim Hadi Pranoto dalam gugatannya yaitu produk siap edar Rp 10 miliar dan produk yang tidak jadi diproduksi Rp 1 triliun.
Sementara kerugian non materiil, yaitu dipermalukan di depan umum Rp 100 triliun, menjadi tertekan atau gangguan mental yang berakibat pada kesehatan Rp 40 triliun, dan akibat teror terhadap keluarga Rp 8,9 triliun.