TEMPO.CO, Jakarta -Epidemiolog yang sehari-hari Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan tidak ada zona hitam untuk menggambarkan peta epidemiologi atau penyebaran wabah di Indonesia.
"Zona hitam itu sebenarnya tidak ada. Yang ada zona merah, orange, kuning dan hijau untuk menggambarkan penyebaran wabah di suatu wilayah," kata Tri saat dihubungi, Rabu, 12 Agustus 2020.
Ia menuturkan warna hijau menggambarkan indikator tidak atau bebas dari penularan wabah hingga merah yang berarti penyebaran wabah sudah sangat tinggi. DKI Jakarta, kata dia, merupakan daerah yang masuk zona merah karena kasus aktifnya lebih dari 1.000.
Baca juga : Positif Covid-19 di DKI Tinggi, Epidemiolog: Pengendalian di RW Zona Merah Lemah
"Jakarta digambarkan zona hitam ini seperti kejadian di Surabaya. Padahal dalam peta epidemiologi tidak ada istilah zona hitam yang digunakan di Indonesia," ucap epidemiolog itu menegakkan.
.
Meski begitu, kata dia, masyarakat boleh saja menggambarkan Jakarta zona hitam. Alasannya, DKI hingga hari ini belum bisa keluar dari zona merah penularan Covid-19. Bahkan, penularan wabah cenderung terus melonjak hingga hari ini.
"Orang sudah pesimistis dengan Jakarta. Zona merahnya sudah bertumpuk-tumpuk. Jadi dibuat saja sekalian jadi zona hitam," ujarnya. "Kalau orang mau menggambarkan seperti itu bebas saja."
Selain itu, menurut dia, beredarnya peta zona hitam di media sosial sebenarnya harus menjadi pengingat pejabat pemerintah bahwa usaha mereka belum berhasil menekan wabah.
Yang lebih disesalkan lagi, DKI telah merasa cukup percaya diri dengan langkah mereka memeriksa warga melalui tes usap yang tertinggi hingga hasilnya banyak ditemukan kasus baru.
"Selalu dalih banyak pemeriksaan. Jadi temuan kasusnya tinggi," ucapnya. "Banyak tes, tapi wabah sampai sekarang belum bisa ditekan malah makin banyak. Buktinya positif rate naik terus."