TEMPO.CO, Jakarta -Epidemiolog yang sehari-hari Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, meragukan klaim kombinasi obat Covid-19, hasil riset Universitas Airlangga atau Unair, Surabaya.
"Hasil uji klinisnya masih perlu terus dipertanyakan. Bagaimana hasil uji kimia dan biologi obat tersebut," kata Tri saat dihubungi, Selasa, 18 Agustus 2020.
Ada tiga kombinasi obat yang dihasilkan Unair. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Baca juga: Anies Baswedan Menimbabg Stop PSBB Transisi, Epidemiolog: Sudah Seharusnya.
Menurut Tri, obat yang diproduksi Unair merupakan formulasi obat Aids. Selain itu, obat tersebut juga diuji coba oleh siswa sekolah calon perwira TNI yang terinfeksi Covid-19. Mayoritas siswa Secapa yang terinfeksi virus corona pun tidak mengalami gejala.
Artinya, kata dia, tanpa meminum obat pun siswa Secapa tersebut sangat berpotensi sembuh dari infeksi Covid-19. "Tanpa dikasi minum obat itu juga mereka bisa sembuh sendiri karena daya tahan tubuh yang kuat. Harusnya dibandingkan dengan pasien yang lebih umum dan mengalami gejala."
Tri melihat penelitian obat Covid-19 dari Unair tersebut tidak terbuka dan berpotensi menimbulkan dampak di tengah masyarakat. Dampaknya, kata dia, warga bisa bertambah mengabaikan protokol kesehatan karena merasa sudah ada penawar virus corona.
"Masyarakat yang tidak tahu bisa berpikir seperti itu (obat Covid-19) sudah ditemukan," ujarnya. "Sedangkan masyarakat yang lebih kritis saya yakin banyak juga yang tidak percaya."