TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, Syarif, mengatakan perlu terapi kejut atau shock therapy untuk masyarakat selama masa PSBB transisi karena mengabaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Syarif mencontohkan abainya masyarakat tampak dari ramainya pengunjung di salah satu mal di kawasan Kasablanka, Jakarta Selatan.
"Saya juga tidak menyalahkan pemerintah. Masyarakat juga memang abai, maka perlu ada shock therapy," kata dia saat dihubungi, Kamis, 20 Agustus 2020.
Jumlah pasien positif Covid-19 di Jakarta tak kunjung berkurang. Angkanya terus bergerak naik di kisaran 500 orang per hari di masa PSBB transisi fase satu. Meski begitu, warga masih melanggar protokol kesehatan.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI mencatat sebanyak 101.401 orang dikenai hukuman karena tidak menggunakan masker sejak PSBB transisi diterapkan 5 Juni 2020.
Syarif menengarai beberapa perusahaan juga mengabaikan protokol kesehatan Covid-19. Salah satunya tidak membatasi jumlah orang yang maksimal 50 persen dari kapasitas ruangan. "Kapasitas 50 persen itu jalan seharusnya."
Menurut dia, hampir 40 persen karyawan di satu kantor berdomisili di luar Jakarta. Mereka lalu berbondong-bondong datang ke Ibu Kota untuk bekerja saat PSBB transisi.
Banyaknya jumlah karyawan ini berpotensi menularkan virus Covid-19 di kantor. "Itu koordinasi dengan pemerintah daerah setempatnya kan juga mulai kendor, berbeda dengan di awal-awal."