TEMPO.CO, Jakarta -Polda Metro Jaya kembali memanggil Hadi Pranoto untuk diperiksa sebagai saksi kasus penyebaran berita bohong yang melibatkan pesohor Anji. Ini merupakan pemanggilan pemeriksaan kedua atas Hadi yang sebelumnya absen dari panggilan pertama pada Kamis, 13 Agustus 2020 karena sakit.
“Tadi malam pengacaranya menyampaikan akan siap hadir hari ini, kami jadwalkan jam 10.00 WIB. Tapi kami masih menunggu mudah-mudahan segera hadir,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat ditemui di kantornya, Senin pagi, 24 Agustus 2020.
Baca Juga: Absen Pemeriksaan Kasus Obat Covid-19, Hadi Pranoto Dirawat di RS Medistra
Sebelumnya Yusri menekankan bahwa Hadi Pranoto wajib hadir memenuhi panggilan pemeriksaan pada Kamis, 13 Agustus 2020. Meskipun belum ada tersangka dalam kasus yang bermula dari unggahan video di kanal YouTube Dunia Manji ini. Karena, kata dia, tingkat perkara sudah di tahap penyelidikan maka setiap saksi yang dipanggil wajib hadir.
Yusri menjelaskan secara prosedur, apabila Hadi tidak dapat memenuhi kehadirannya setelah tiga kali dipanggil, dapat dilakukan penjemputan dari pihak kepolisian.
Yusri juga menjelaskan tidak menutup kemungkinan polisi akan memeriksa Anji kembali. Yakni setelah menyelesaikan pemeriksaan terhadap Hadi. “Tergantung, dari pemeriksaan HP [Hadi Pranoto] sendiri seperti apa,” katanya. Sebelumnya Anji sudah menghadiri pemeriksaan polisi pada Senin, 10 Agustus 2020.
Tercatat bahwa Hadi dan Anji dilaporkan oleh Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Alaidid pada 3 Agustus 2020, atas unggahan video yang memuat beberapa klaim diantaranya Hadi yang mengaku telah menemukan obat herbal Covid-19. Mereka dibebankan pasal sangkaan yaitu pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 45a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Muannas menyatakan bahwa klaim Hadi Pranoto yang disebut sebagai profesor ahli mikrobiologi oleh Anji, telah ditentang oleh kalangan dokter yang tergabung di Ikatan Dokter Indonesia atau IDI, ilmuwan, akademisi, dan Kementerian Kesehatan. Ia juga menilai klaim ini dapat menimbulkan kegaduhan dan polemik dalam masyarakat.
WINTANG WARASTRI | MARTHA WARTA