TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta Angga Putra Fidrian, memastikan pembangunan Kampung Susun Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI. Menurut dia, sumber pendanaan datang dari pengembang.
"Jadi tidak menggunakan APBD, tapi tetap dicatat sebagai aset DKI, karena itu dari kewajiban pengembang," kata dia saat diskusi virtual, Senin, 24 Agustus 2020.
Angga menjelaskan, pengembang memiliki kewajiban untuk memperoleh Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan (SP3L). Maksudnya adalah pengembang yang mau membuka kawasan lebih dari lima ribu meter untuk mendirikan apartemen harus membangun rumah susun murah.
Dia berujar ada kewajiban bagi pengembang membangun dua rusun menengah dan tiga rusun umum jika ingin mendirikan satu apartemen mewah. Saat ini, PT Almaron Perkasa berkewajiban membangun 240 unit rusun di Kampung Akuarium senilai Rp 62 miliar.
"Jadi ada pengembang PT Almaron Perkasa punya kewajiban penyediaan rusun murah lalu pembangunannya dilaksanakan dengan membangun kampung akuarium," jelas dia.
Kewajiban SP3L, tutur dia, berbeda dengan pembayaran kompensasi koefisien lantai bangunan (KLB). Kompensasi KLB adalah denda atas pelanggaran tata ruang. Artinya, pengembang harus membayar denda karena mendirikan gedung melebihi maksimal jumlah lantai yang ditentukan.
Pembangunan Kampung Susun Akuarium berjalan pada September 2020. Gubernur DKI Anies Baswedan sebelumnya melakukan peletakan batu pertama pada 17 Agustus. Nantinya akan ada lima blok kampung susun dengan total 241 unit hunian di atas tanah seluas 10.300 meter persegi itu.
Eks Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dulunya menggusur warga yang membangun rumah di lahan Kampung Akuarium karena dianggap ilegal. Anies Baswedan lantas membangun kembali hunian warga melalui program community action plan (CAP).