Hingga pada 8 Agustus 2020, NL kembali menghubungi para tersangka dan memohon mengabulkan permintaannya. Ia mengatakan bahwa ajalnya telah dekat, jika para tersangka tidak segera menghabisi Sugianto.
"Aku ini udah di detik-detik akhir mau mati, masa kamu tega sama aku," ujar Luthfi saat meyakinkan teman-temannya untuk membunuh bos nya itu.
Tujuh tersangka itu kemudian menyanggupi permintaan NL dan bertemu di Hotel Ciputra, Cibubur, Jakarta Timur. Dalam pertemuan itu, NL kembali berpura-pura kesurupan arwah sang ayah di hadapan teman-temannya.
"Assalamualaikum, apakah kalian siap berjuang?" ujar NL kepada para tersangka lain. Pertanyaan itu kemudian dijawab kompak oleh para tersangka lain.
"Waalaikumsalam, siap Eyang," ujar para tersangka dan diikuti pingsannya NL.
Para tersangka kemudian mulai mencari siapa yang cocok untuk menjadi eksekutor pembunuhan itu. Hingga akhirnya mereka menghubungi seorang kenalan berinisial DM di kawasan Bangka Belitung. DM dulunya juga murid dari orangtua NL.
Saat ditawarkan untuk membunuh orang, DM tak langsung mengiyakannya karena mengaku sudah bertobat. Namun saat dikatakan pembunuhan itu adalah perintah sang guru, DM mulai mempertimbangkannya.
"Saya solat istikarah dulu," ujar DM melalui sambungan telepon.
Hingga pada 11 Agustus 2020, DM menerima tawaran tersebut. Ia kemudian melakukan eksekusi pembunuhan dengan menembak Sugianto di dekat kantornya yang berada di Ruko Royal Gading Square, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 13 Agustus 2020.
Setelah buron delapan hari, polisi akhirnya berhasil menangkap 10 tersangka yang terlibat dalam kasus pembunuhan itu pada 21 Agustus 2020. Selain itu, polisi juga berhasil menangkap 2 tersangka lainnya yang menjual-belikan senjata api ilegal yang digunakan DM. Sehingga total jumlah tersangka dalam kasus ini sebanyak 12 orang.
Adapun 10 tersangka kasus pembunuhan itu, antara lain NL, suami NL yang berinisial MM, lalu SY, DM, S, MR, AJ, DW, R, dan RS. Sedangkan untuk 2 tersangka kasus menjual-belikan senjata api ilegal adalah TH dan SP.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 340 KUHP dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan berencana, lalu Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api. Mereka terancam pidana hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.