TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Krishnadi menyatakan pihaknya akan siap untuk menguji coba tampilnya live music atau musik hidup di kafe dan restoran.
Hal ini menanggapi perizinan yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta pada Selasa, 25 Agustus 2020 kemarin.
“Mereka (pengusaha) akan uji coba, tidak akan lama-lama lagi lah. Menurut saya minggu depan mereka juga sudah bisa uji coba, tidak ada salahnya kan,” katanya saat dihubungi Tempo pada Jumat, 28 Agustus 2020.
Menurutnya saat ini para pengusaha hotel dan restoran masih meraba-raba soal peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut, seperti poin larangan kehadiran artis terkenal karena dikhawatirkan akan mengundang kerumunan yang berbahaya.
Selain itu ia juga menyinggung ucapan Juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adi Sasmito tentang menonton bioskop dapat berkontribusi meningkatkan imunitas masyarakat, karena perasaan bahagia yang ditimbulkan.
Krishnadi menilai live music memang dihadirkan untuk menjadi hiburan, dan menarik pengunjung.
“Teorinya memang untuk menarik orang, karena orang kan datang ke situ, salah satu yang menarik selain ambiens, cita rasa masakan, yang menambah ambiens lagi tentu kalau ada musik, baik itu musik background ataupun live,” kata Krishna.
Jika akan membuka lagi musik hidup, menurutnya, adab penampilan musik hidup yang sebelumnya sudah tidak bisa berlaku lagi. Selain menjaga protokol kesehatan dasar seperti cuci tangan, masker dan jarak tempat duduk yang berjauhan, ada aspek hiburan yang menurutnya akan berubah.
Interaksi seperti penyanyi mengajak penonton berjoget atau bernyanyi dengan menyodorkan mikrofon, misalnya, harus dihindari agar tidak terjadi kontak dekat.
“Tata laksana dan tata krama sudah mulai- bukan mulai ya, harus dihindari yang seperti itu, otherwise mereka sudah rapi-rapi, semua alat-alat sudah dilap dengan alkohol, tapi terjadi kontak yang sangat dekat begitu, ya akan kena,” jelasnya. Meski begitu, ia mengakui bahwa hal tersebut bisa berpengaruh terhadap ambiens hiburan yang dicari masyarakat.
Saat ini ia menilai para pengusaha sedang berhitung antara cost dan numbers. Cost yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk kembali menggelar musik hidup, sementara numbers adalah jumlah pengunjung yang akan datang.
Menurutnya mereka akan menilai apakah memang jumlah pengunjung akan bertambah jika hiburan live music akan diadakan lagi, misalnya meningkatkan dari yang biasanya 15 hingga 20 pengunjung menjadi 50 orang.
Krishnadi menilai, pada akhirnya keputusan berada di tangan masyarakat.
Apakah mereka akan hadir dan menikmati sambil mematuhi protokol kesehatan, atau akan kecewa karena suasana yang tidak lagi seperti biasanya.
“Itu konsekuensi yang harus kita coba. Kita jalani, masing-masing coba menjaga supaya aman-aman saja, tidak ada berita Covid dari kafe yang ada live music nya ya, selamat, untuk menuju yang lebih baik lagi,” kata dia.
WINTANG WARASTRI