TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Bogor dan Depok telah menerapkan kebijakan jam malam untuk menekan angka penularan Covid-19. Tempo mewawancarai sejumlah warga DKI Jakarta mengenai pendapat mereka jika sewaktu-waktu Gubernur DKI Anies Baswedan ikut menerapkan jam malam.
Seorang pemilik kedai kopi di Jakarta Selatan, Rei, berpendapat penerapan jam malam dapat merugikan sebagian pemilik usaha. Namun Rei yakin jam malam tidak akan berimbas besar pada usahanya, karena sebagian besar pelanggannya lebih ramai datang saat pagi hingga sore hari.
“Saya mungkin enggak terlalu berdampak, soalnya saya fokus jualan waktu pagi sama sore. Tapi kalau yang lain, yang jualannya malam itu bisa keberatan,” ujar Rei kepada Tempo di Ragunan, Rabu, 2 September 2020.
Yudha, seorang pedagang kaki lima di Jakarta Selatan, merasa khawatir karena jika jam malam diberlakukan di DKI, maka akan banyak pedagang yang kehilangan mata pencaharian. Ia juga menilai aturan jam malam akan menimbulkan ketidakadilan, sebab para pedagang yang hanya bisa berjualan di malam hari akan jauh lebih dirugikan ketimbang mereka yang bisa berjualan di waktu pagi hingga sore.
“Kita jualan kan gantian. Kalau saya sih di sini sampai sore, jadi ga masalah. Tapi masih ada tukang ketoprak, tukang bakso, tukang nasi goreng, yang mereka jualannya itu malam. Terus dapat uangnya dari mana? Jadi ga adil,” ujar Yudha di Ragunan.
Pemerintah Kota Bogor memberlakukan jam malam mulai Sabtu, 29 Agustus 2020, disusul dengan Pemerintah Kota Depok yang menerapkan aturan serupa pada Senin, 31 Agustus 2020.
Edwin Neissar, warga Jakarta Timur yang berkuliah di Tangerang, mengaku keberatan jika jam malam diberlakukan di DKI. Sebab, meskipun kegiatan akademiknya nyaris tidak pernah dilakukan pada malam hari, sebagai mahasiswa, ia selalu punya kegiatan ekstrakurikuler yang perlu dilakukan di luar jam kuliah. Apalagi, jarak dari kampus ke rumahnya yang jauh membuat dia sering pulang larut malam.
Jika tujuannya menekan angka penularan Covid-19, mahasiswa ini menyarankan pemerintah DKI lebih memilih mewajibkan kembali sistem bekerja dari rumah bagi perkantoran ketimbang penerapan jam malam. Sebab menurutnya, penularan Covid-19 sudah jelas banyak terjadi di perkantoran selama ini.
“Daripada jam malam, mendingan pemerintah bikin kebijakan WFH (work from home) lagi untuk perkantoran. Kita tahu sendiri kan kalau banyak penularan Covid-19 di perkantoran,” ujar Edwin.
Menurut Awan, pegawai perusahaan di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, penerapan jam malam mungkin saja bisa menekan angka penularan Covid-19, tetapi kebijakan itu bukanlah opsi terbaik.
Sebagai karyawan yang kerap bekerja lembur di malam hari, ia berharap ada toleransi khusus agar kebijakan jam malam tidak merugikan para karyawan. “Kadang kita juga perlu lembur di kantor, kadang juga di luar. Kalau harus terus pulang lebih awal, padahal beban kerjaan masih tetap banyak, yang ada kita malah kelimpungan,” ujar Awan.
ACHMAD HAMUDI ASSEGAF | TD