Pemulihan ekonomi menjadi prioritas terlihat dari sejumlah kebijakan pemerintah, seperti digelontorkannya pinjaman melalui PT Sarana Multi Infrastruktur untuk DKI sebesar Rp 12,69 triliun. Melalui pinjaman ini, DKI bakal lebih sulit menerapkan pembatasan sosial kembali karena ikut program pemulihan ekonomi nasional.
Pemulihan ekonomi yang direncanakan pemerintah, menurut dia, tidak bakal berjalan jika DKI menerapkan PSBB lagi. "Dari pinjaman ini bisa dibaca bahwa pemerintah lebih mengutamakan pemulihan ekonomi," ujar politikus Demokrat itu.
Selain itu, kata Mujiyono, kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD DKI kini babak belur. APBD DKI berkurang drastis dari sebelumnya Rp 87 triliun menjadi Rp 47 triliun. Situasi ini membuat pemerintah tidak bisa menanggung kebutuhan warga kalau pengetatan diterapkan kembali.
"PAD (pendapatan asli daerah) DKI juga sudah terpuruk saat PSBB kemarin," ucapanya. PAD DKI diprediksi turun 54 persen, dari proyeksi awal Rp 57,5 triliun karena pagebluk corona. Selain itu, pendapatan dari sektor pajak dan retribusi yang ditargetkan Rp 50,9 triliun per 1 September baru terealisasi Rp 17,3 triliun. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan realisasi yang sama tahun kemarin, yakni Rp 23,3 triliun dari target Rp 45,2 triliun.
Pemerintah DKI, Mujiyono melanjutkan, bisa menarik rem darurat jika ada kenaikan pendapatan yang signifikan. Untuk menaikan pendapatan, kata dia, pemerintah harus melonggarkan kegiatan ekonomi yang kemarin sempat ditutup karena pembatasan sosial. "Jadi menghitungnya nanti cukup tidak meng-cover seluruh kebutuhan warga saat PSBB kembali," ujarnya. "Analisisnya tetap ke ekonomi. Bukan kesehatan saja."
Ketua Komisi Ekonomi DPRD DKI, Abdul Aziz, melihat kondisi yang sama. Menurut dia, kondisi ekonomi yang membuat pemerintah masih meneruskan masa transisi meski penambahan kasus Covid-19 terus melonjak. Abdul melihat isu kesehatan tidak lagi menjadi prioritas utama dalam penanggulangan pandemi ini. "Buktinya pemerintah mau buka bioskop saat wabah belum terkendali," ujarnya. "Ini kan terlihat ekonomi yang diutamakan."
Menurut dia, rencana pembukaan bioskop di DKI juga tidak lepas dari campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat yang mendorong bioskop segera dibuka pada masa transisi ini. Namun, sebagian daerah menolak rencana ini karena mempertimbangkan faktor kesehatan masyarakat. Bioskop dianggap sebagai lokasi yang rentang terhadap penularan Covid-19. "Banyak daerah yang tidak setuju bioskop dibuka," ujarnya.
Di DKI, kata dia, pemerintah daerah sulit menentukan kebijakan sendiri karena kewenangan pusat lebih besar. Menurut Abdul, 70 persen perekonomian nasional digerakkan dari Jakarta. "Jadi pemerintah pusat yang punya kepentingan dalam menentukan kebijakan di DKI. Karena aset pusat juga lebih besar di sini."
Abdul meminta pemerintah tetap menggunakan basis data kesehatan dan epidemiologi dalam menentukan kebijakan. Musababnya, perekonomian tidak bakal bisa dipulihkan selama keselamatan warga dalam beraktivitas belum terjamin. "Ekonomi itu sesuatu yang sekunder, pertama keselamatan. Kita tidak bisa memulihkan ekonomi kalau keselamatan dipertaruhkan," ujarnya.
Abdul juga menyarankan Pemerintah DKI tak ragu menarik rem darurat jika diperlukan untuk mengendalikan wabah. Pemerintah bisa menerapkan tarik ulur kebijakan PSBB selama pandemi ini. Sebab, ia khawatir karena penularan kasus Covid-19 di Ibu Kota telah bertambah lebih dari 1.000 kasus per hari.
"Kalau sudah tahap membutuhkan tidak apa-apa dibatasi lagi. Kalau sudah terkendali longgarkan kembali," ucapnya. Hingga 6 September 2020, Situs Corona Jakarta mencatat jumlah pasien positif Covid-19 di DKI telah mencapai 46.691 orang. Dari jumlah tersebut 34.738 orang telah sembuh dan 1.289 orang meninggal dunia. Kasus aktif Covid-19 mencapai 10.084 orang.